The Habibie Center: Politisasi Hukum Masih Akan Terjadi di Tahun 2002
Reporter
Editor
Rabu, 16 Juli 2003 10:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Institute for Democracy and Human Rights (IDH) The Habibie Center Prof. Dr. Muladi, SH menyatakan tak ada kemajuan yang berarti dalam hal penegakkan hukum di Indonesia di tahun 2002 ini. Penyebabnya utamanya adalah adanya kerusakan sistemik yang diwariskan oleh Orde Baru. “Belum terciptanya kekuasaan kehakiman yang merdeka karena kesan politisasi hukum masih terjadi, sehingga menimbulkan kesan selective justice,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam acara Refleksi dan Rekonstruksi Wajah Indonesia Menapak Tahun 2002 di Bidang Hukum yang diadakan di Gedung The Habibie Center, Jakarta, Rabu (16/1). Ia juga memberi contoh bahwa saat ini polisi dan jaksa agung masih memerankan dirinya sebagai eksekutif di bawah presiden. Warisan lainnya, kata dia, adalah masih maraknya mafia peradilan (corruption in court), lemahnya kesadaran hukum di lingkungan para penegak hukum dan masyarakat. Dan belum mantapnya integrated justice system Sehingga, menurut bekas menteri kehakiman itu pendekatan fragmentasi dan sektoral sangat kuat. Ia juga menilai masih langkanya tokoh yang dapat menjadi panutan dan idola di bidang penegakan hukum seperti Baharuddin Lopa. “Tokoh seperti dia saat ini masih sulit dicari,” katanya. Kehidupan masyarakat sipil juga masih terkesan mengembangkan sikap memusuhi aparat penegak hukum. Di samping itu fungsi legislatif DPR yang secara konstitusional semakin kuat, kata Muladi, tanpa didukung profesionalisme yang cukup dapat mengakibatkan peran eksekutif akan tetap dominan. Hal ini akan menimbulkan kesulitan penegakan hukum dan mengurangi wibawa hukum dalam kehidupan dengan bangsa lain. “Contohnya Indonesia dianggap non-cooperative country (negara yang tidak bisa bekerja sama) karena belum punya undang-undang tentang money laundering atau pencucian uang sehingga mengalami kesulitan,” tandasnya. Muladi menambahkan, yang menjadi kelemahan bidang hukum lainnya adalah mengenai penahanan seseorang yang hanya didasari keabsahan di bidang hukum, tanpa memperhatikan keperluannya (necessity) untuk menahan seseorang. Di samping itu, kata Muladi, pengaruh dari sikap media massa yang terkesan mengembangkan character assasination atau mengabaikan prinsip praduga tak bersalah masih terjadi. Bidang hak azasi manusia (HAM) baik hak sipil maupun politiknya dan HAM di bidang sosial ekonomi dan budaya serta pembangunan menurutnya juga masih jauh dari memadai. (Dimas Aditya-Tempo News Room)
Berita terkait
Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri
1 jam lalu
Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.