TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengadilan ad hoc hak asasi manusia akan meminta kesaksian pastor Rafael Dosantos melalui persidangan jarak jauh (teleconfrence) dengan terdakwa bekas Panglima Kodam Udayana, Mayor Jenderal Adam Damiri, Kamis (23/1). Rafael akan menjadi saksi kunci kerusuhan yang terjadi di kompleks gereja Liquisa, pasca jajak pendapat di Timor Timur, 6 April 1999. Kesaksian Rafael diperlukan untuk mengungkap keterlibatan polisi dan tentara Indonesia dalam kerusuhan berdarah yang menewaskan warga sipil prokemerdekaan itu. Demikian diungkap Ketua Satuan Tugas HAM Kejaksaan Agung, BR Pangaribuan, di Jakarta, Rabu (16/1). Sebelumnya, pada 17 Desember lalu, Rafael urung hadir dalam sidang. Tapi, kali ini, Pangaribuan memastikan bahwa Rafael akan hadir dalam sidang yang akan digelar di gedung World Bank, Dili itu. Bahkan, Rafael akan berangkat ke Dilli dua hari sebelum sidang digelar. Selain dia, sidang jarak jauh pekan depan itu juga akan menghadirkan beberapa saksi, tapi bukan uskup Bello. Menurut Pangaribuan, Bello kini berada di Afrika, dan akan menetap di sana setidaknya enam hingga satu tahun mendatang. Dalam kaitan itulah, pengadilan HAM ad hoc beberapa kali membatalkan sidang karena ketidakhadiran Bello. Padahal, dia menjadi saksi kunci atas peristiwa penyerangan milisi prointegrasi ke kediamannya, pada 6 September 1999. Mengenai tempat sidang, bekas Menteri Kehakiman Muladi saat menjadi saksi sidang HAM menyatakan tidak setuju jika para saksi dihadirkan tidak dalam pengadilan dan di luar wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Alasannya, kesaksiaan seperti itu tak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Namun, Pangaribuan menyatakan pengadilan seperti itu bisa saja, meski tak tercantum dalam Undang-Undang. "Yang penting bukan tempatnya, tapi keterangannya," tukasnya. (Bagja Hidayat-Tempo News Room)