TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan 89 persen sumber air minum rumah tangga di Yogyakarta terkontaminasi bakteri Escherichia coli atau E. coli. Padahal Yogyakarta tercatat sebagai provinsi dengan akses air minum dan sanitasi layak melebihi standar nasional.
"Sementara 67,1 persen air siap minum terkontaminasi bakteri. Ini pertama kali," ujar Gantjang Amanullah, Direktur Statistik Kesejahteraan Masyarakat BPS, dalam acara sosialisasi hasil survei kualitas air 2015 di Jakarta, Selasa, 22 November 2016.
Sebelumnya, BPS, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Kesehatan telah melakukan survei kualitas air (SKA) 2015 di 940 rumah tangga di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Yogyakarta. "Disimpulkan bahwa proporsi perkiraan rumah tangga dengan akses air minum aman hanya 8,5 persen dan sanitasi memadai baru 45,5 persen," kata Gantjang.
Gantjang menjelaskan, Yogyakarta tercatat sebagai provinsi dengan akses air minum dan sanitasi layak yang melebihi standar nasional. "Akses terhadap air minum layak di Yogyakarta mencapai 81 persen, sementara rata-rata nasional hanya 71 persen. Akses sanitasi layak mencapai 86,3 persen, sementara akses nasional hanya 62,1 persen," kata Gantjang.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan, peningkatan akses air minum layak merupakan amanat dari Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium. "Sementara peningkatan akses air minum aman merupakan amanat Suistainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan," tuturnya.
Namun, dari hasil SKA 2015 ini, ungkap Bambang, proporsi akses masyarakat terhadap air minum air layak memang sudah cukup besar, tapi tidak menjamin air minum tersebut aman dikonsumsi.
BPS dan Bappenas juga menyampaikan survei serupa akan dilaksanakan di berbagai daerah. "Saya tetap optimistis bahwa ini merupakan awal yang baik untuk mewujudkan air minum yang aman bagi masyarakat karena didukung dengan data akurat," ujar Bambang.
FAJAR PEBRIANTO | NN