TEMPO.CO, Jakarta – Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) mengingatkan Panitia Seleksi Hakim Konstitusi agar mempertimbangkan dua hal krusial dalam menjaring calon hakim konstitusi. Pertama, membuka kembali searah pengangkatan Patrialis Akbar oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa tahun lalu. Pengangkatan Patrialis dianggap sebagai preseden paling buruk dari segi proses ataupun hasil.
Ketua PBHI Totok Yulianto mengatakan masyarakat sipil kala itu menilai pengangkatan yang dilakukan melanggar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 9 dan 25 UUD 1945 serta Pasal 19 UU Nomor 24 Tahun 2003 yang diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. “Proses pengangkatannya tidak transparan dan partisipatif,” ujarnya melalui keterangan tertulis , Rabu, 22 Februari 2017.
Baca:
MK Copot Tugas dan Wewenang Patrialis Akbar sebagai Hakim ...
KPK Tangkap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar
Totok menyatakan tahun ini adalah tahun pesta politik dengan 101 pilkada serentak. Terdapat potensi besar sengketa pilkada yang akan diajukan ke MK. Dengan begitu, menurut dia, Pansel Hakim Konstitusi harus betul-betul jeli dan rinci dalam menelisik rekam jejak calon hakim yang mendaftar. “Indikator absolut bahwa calon harus bersih dari rekam jejak afiliasi politik, bukan seorang politisi aktif atau pasif dari partai politik.”
Adanya relasi dengan kepentingan politik, menurut Totok, akan membahayakan integritas dan independensi hakim konstitusi nantinya, seperti menjadi mafia sengketa pilkada. “Preseden buruk mantan hakim konstitusi, Akil Mochtar, yang terjerat korupsi sengketa pilkada, harus betul-betul dijadikan pelajaran oleh pansel kali ini.”
Baca juga:
Patrialis Akbar, Hakim Mahkamah Konstitusi Pilihan SBY
Cerita Kursi Panas Hakim Konstitusi Patrialis Akbar
PBHI meminta pansel menyeleksi sesuai dengan perintah konstitusi, yaitu secara transparan dan partisipatif, dengan melibatkan masyarakat sipil. Pansel juga diharapkan mengutamakan calon hakim konstitusi yang bersih dari rekam jejak afiliasi politik, bukan seorang politikus aktif atau pasif dari partai politik. Terakhir, PBHI meminta pansel lebih mengakomodasi masukan atau usulan dari masyarakat sipil yang memberikan informasi sesuai dengan data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.
GHOIDA RAHMAH