Ketika gempa melanda Kobe dan wilayah sekitarnya, sedikitnya 6.434 orang tewas, 43.792 orang luka, dan sedikitnya 249.180 bangunan hancur termasuk pemukiman warga, bangunan tinggi perkantoran, infrastruktur kereta api, dan jalan tol juga roboh. Sekitar 7.386 bangunan terbakar. Empat belas menit setelah gempa, sedikitnya ada 54 titik api di wilayah Kobe. Total kerugiaan saat itu ditaksir mencapai 7 triliun yen.
Gempa besar ini, menurut Honjo, menjadi pelajaran penting bagi Kobe, yang sebelumnya dianggap kawasan yang cukup aman dari gempa. Selain merevisi standar konstruksi bangunan, mereka juga memperbaiki manajemen tanggap darurat dan pendidikan bencana, tak terkecuali, memulihkan trauma masyarakat. "Pemerintah aktif melibatkan masyarakat, baik dalam perbaikan rumah maupun upaya tanggap bencana," kata Honjo.
Proses rekonstruksi dan rehabilitasi, menurut Honjo, ditargetkan rampung 100 persen selama 10 tahun dan dievalusi secara berkala selama 5 tahun. Upaya yang sudah dilakukan, kata dia, misalnya, merevisi total standar bangunan rumah dan perkantoran di Kobe. Upaya ini didukung pembuatan Undang-Undang Rehabilitasi Seismik untuk Bangunan-bangunan yang ada, pada Oktober 1995.
Pemerintah mulai aktif mempromosikan penguatan rumah tua terhadap gempa. Beberapa pemerintah lokal menginisiasi bantuan keuangan bagi warga yang akan menguatkan rumah mereka. Menurut catatan pemerintah setempat, satu kepala keluarga bisa mendapatkan bantuan 1 sampai 6 juta yen untuk membangun atau memperbaiki rumah mereka.
Ketika Tempo berkesempatan mengelilingi kota Kobe, semua infrastruktur transportasi dan pelabuhan sudah 100 persen diperbaiki. Begitu juga dengan pemukiman warga. Sejauh ini dana yang sudah digelontorkan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi Kobe dan wilayah lain di Hyogo sedikitnya mencapai 10 triliun yen.
ANTON APRIANTO (KOBE)