TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan partai politik justru menjadi kontributor utama potensi korupsi terkait dengan wacana pemilihan umum kepala daerah secara tidak langsung.
Dinamika yang terjadi di parlemen perihal Rancangan Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, merupakan representasi seluruh parpol. (Baca: UGM Sarankan Penundaan Pembahasan RUU Pilkada)
"Setelah kami kaji, justru dinamika yang terjadi di parlemen hanya problem hilir. Masalah utama yang ada di hulu adalah peran parpol," kata Bambang melalui pesan pendek, Kamis, 25 September 2014.
Menurut Bambang, parpol dan anggotanya otomatis akan punya karakter kolutif dan kolusif jika di dalam partai tidak bisa dibangun sistem yang transparan dan akuntabel. (Baca: Dinasti Politik Dibatasi di RUU Pilkada)
"Kredibilitas parpol seperti itulah yang menimbulkan potensi korupsi yang paling signifikan dalam sistem pemungutan suara tidak langsung," kata Bambang.
Siang ini, DPR akan mengesahkan RUU Pilkada. Dampaknya ada dua. Pertama, yaitu pemungutan suara pilkada dilakukan secara tidak langsung alias diserahkan ke DPRD. Opsi kedua adalah pemungutan dilakukan secara langsung oleh rakyat. (Baca: PPP Tegaskan Pilih Pilkada Melalui DPRD)
Koalisi Merah Putih yang berseberangan dengan kubu pasangan presiden-wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla, berkeras mendukung opsi pemilihan lewat DPRD.
Meskipun begitu, di atas kertas, Koalisi Merah Putih punya 273 kursi parlemen, kalah dibanding poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan--penyokong Jokowi-Kalla, yang mendukung pemilihan langsung dengan 287 kursi jika ditambah Partai Demokrat.
MUHAMAD RIZKI
Berita lain:
FPI Minta Ahok Jaga Mulut
Wartawati Tempo Dilecehkan Simpatisan FPI
Soal Gantung Diri di Monas, Anas: Siapa Bilang?
Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh