TEMPO.CO, Jakarta - DPR Aceh tak perlu menunggu RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi rampung untuk mengesahkan Rancangan Qanun KKR Aceh. DPR dan pemerintah Aceh dipersilakan mengesahkan qanun atau peraturan daerah yang bertujuan untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Aceh. ”Qanun itu kewenangan pemerintah Aceh,” ujar Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Wahiduddin Adams, di Jakarta, Selasa, 12 November 2013.
Meski demikian, Wahiduddin melanjutkan, pemerintah dan DPR Aceh harus segera menyesuaikan qanun KKR Aceh bila Rancangan KKR yang dibahas di DPR pusat sudah rampung. Penyesuaian itu diperlukan agar tak terjadi adanya aturan yang bertabrakan atau bertentangan. ”Kalau bertentangan, qanun harus menyesuaikan dengan Undang-Undang KKR,” kata dia.
Pemerintah dan DPR Aceh akan mengesahkan Qanun KKR Aceh pada Desember mendatang. Qanun pembentukan KKR itu disebut-sebut mendesak untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM di Aceh, termasuk kasus penyiksaan dan penghilangan orang semasa penetapan Daerah Operasi Militer di Aceh selama 1989-2005. Ketika Qanun KKR Aceh dikebut penyelesaiannya, RUU KKR yang juga dibahas dan akan diberlakukan untuk semua KKR di seluruh daerah.
Anggota Panitia Khusus Rancangan Qanun KKR Aceh Nur Zahri mengatakan, Qanun KKR Aceh akan dibuat secara permanen atas dasar masukan korban-korban kejahatan HAM berat Aceh. Kejahatan HAM berat di Aceh disebut sangat banyak akibat konflik yang panjang. "Konflik di Aceh sangat panjang. Mulai dari zaman kolonial Belanda, Jepang, sampai konflik GAM 1976-2005,” kata Nur di Jakarta, Selasa, 12 November 2013.
Menurut Nur, korban-korban pelanggaran HAM itu sampai kini belum mendapat keadilan. Karena itu, KKR Aceh yang permanen mutlak diperlukan. "Bukan hanya untuk korban pelanggaran HAM berat pada 1976-2005 saja,” kata Nur.
Selain mengusut korban 1976-2005, kata Nur, KKR Aceh juga dibentuk untuk meluruskan sejarah Aceh. Tujuan itu tercantum dalam pasal 20 poin (d) dalam Rancangan Qanun KKR Aceh. "Para korban tak sepakat kalau KKR dibatasi untuk kasus pelanggaran HAM berat 1976-2005 saja," kata Nur.
KHAIRUL ANAM