Salah seorang calo di Dolly, Rian, mengatakan memang yang paling diuntungkan dari keberadaan Dolly adalah para muncikari dan pemilik wisma. "Kalau PSK-nya, sih, sama seperti kita-kita ini," ujarnya.
Karena keuntungan besar itulah, menurut Rian, para muncikari mengikat para anak asuhnya agar tidak bisa lari dari wisma. Caranya dengan memperketat aturan para PSK-nya agar tidak berkomunikasi dengan orang di luar lingkungan.
Para germo juga mengikat PSK-nya dengan membebani mereka utang-utang yang banyak. "Mau gimana lagi, namanya orang cari untung, ya, itu sah-sah saja mereka lakukan," kata Rian.
Seorang kasir di Wisma Jaya Indah, Slamet, mengatakan aliran uang dari bisnisnya juga dinikmati aparat pemerintah hingga level kelurahan. Kepada Tempo, Slamet menunjukkan kupon iuran bulanan berwarna hijau yang disetorkan ke RT dan RW setempat.
Lewat RW, ujarnya, uang itu terciprat ke level kelurahan. Setiap PSK wajib membayar iuran level RT sebesar Rp 3.000 dan level RW sebanyak Rp 100 ribu per wisma. Belum lagi iuran tenaga keamanan setiap harinya sebanyak Rp 30 ribu per wisma.
Semakin banyak PSK dalam satu wisma, iuran yang dibayarkan semakin mahal. Bosnya juga harus menyewa wisma dengan tarif Rp 15 juta per bulan. Bagi hasil antara germo dan PSK sebesar 60:40. Wismanya membanderol PSK seharga Rp 90 ribu per satu jam. Dari hasil itu, Rp 34 ribu masuk kantong PSK, Rp 13 ribu ke calo, dan sisanya jatah muncikari atau germo. Germo-lah yang mengatur soal pembayaran ke RT, RW, dan kelurahan. "Ini sewa, rata-rata pemilik wisma sewa. Setiap hari penghasilan wisma sekitar Rp 1 juta," ucap Slamet. Selengkapnya, baca edisi khusus Dolly.
ARIEF RIZQI HIDAYAT | DIANANTA P. SUMEDI
Berita terkait:
Jumlah Wisma di Gang Dolly Semakin Menyusut
PSK Dolly Dapat 30 Persen Tarif Layanannya
52 Wisma di Dolly Tak berizin
Dolly Van Der Mart Cikal Bakal Gang Dolly Surabaya