INFO TEMPO - Empat siswa SMA yang tergabung dalam tim Waste2Wealth membuat proyek inovatif dengan memanfaatkan limbah cangkang kerang hijau menjadi pengganti semen. Waste2Wealth beranggotakan Denzel Setiawan dan William Tan dari Jakarta Intercultural School (JIS), Barindra Surjaudaja dari British Intercultural School, dan Ashley Budiman dari National High.
Para siswa yang duduk di kelas 12 atau kelas 3 SMA ini menjawab tantangan lingkungan berupa limbah cangkang kerang hijau yang menumpuk di pinggir Pantai Tanjung Kait, Mauk, Kabupaten Tangerang. Kelompok Waste2Wealth memamerkan hasil penelitian mereka dalam acara 2BUILD yang berlangsung pada Sabtu, 26 Oktober 2024 yang diselenggarakan oleh NGO Habitat for Humanity di Mauk.
Ketua Tim Waste2Wealth, Denzel Setiawan mengatakan, proyek ini dimulai sejak dua tahun lalu. Mereka terinspirasi setelah melihat kegiatan Habitat for Humanity yang membangun perumahan untuk masyarakat di wilayah Mauk, Kabupaten Tangerang. "Di sana, kami melihat banyak cangkang kerang hijau yang tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan menjadi limbah yang mengkhawatirkan," kata Denzel.
Berangkat dari situ, Denzel dan teman-temannya mencetuskan ide untuk mengolah limbah cangkang kerang hijau menjadi semen supaya bermanfaat. Waste2Wealth berkonsultasi dengan tiga dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia sebagai pembimbing proyek inovatif ini. Mereka adalah Nuraziz Handika, Jessica Sjah, dan Bastian Okto Bangkit Sentosa.
Bersama tiga dosen tersebut, Wase2Wealth meneliti dan menemukan bahwa cangkang kerang hijau dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen. Awalnya, Denzel kerap gagal dalam mengatur komposisi yang tepat agar limbah tersebut bisa kokoh saat diuji sebagai materi pengganti semen. Hingga mereka menemukan formula yang mampu membuat limbah cangkang kerang hijau berfungsi sebagaimana semen. Buktinya, Habitat for Humanity menggunakan hasil karya Waste2Wealth ini untuk membangun lapangan bulu tangkis di Mauk dan sejumlah rumah penduduk.
Denzen menjelaskan, proses pembuatan limbah kerang hijau hingga menjadi semen. Yang mendasar adalah harus mengenal komposisi kimia kalsium karbonat pada kerang hijau. Kemudian mengolah kerang dan mengurainya menjadi kalsium oksida yang dicampur dengan air supaya teksturnya mirip dengan semen.
Dari sisi ekonomi, harga semen limbah cangkang kerang hijau ini lebih murah. Contoh, untuk membangun satu unit rumah dengan biaya Rp 60 juta, jika memanfaatkan semen limbah kerang ini bisa berhemat 15 persen.
Anggota Waste2Wealth, William Tan menyampaikan berbagai manfaat pengolahan limbah cangkang kerang hijau menjadi semen. Pertama, mengurangi limbah di pinggir pantai. Kedua, mengembalikan ekosistem air dari bahayanya limbah. Ketiga, menekan biaya pembangunan rumah; dan keempat, membuka lapangan pekerjaan bagi kaum perempuan di Mauk. "Ibu-ibu bisa mendapatkan upah dengan menumbuk cangkang kerang hingga menjadi serbuk, lalu dijual ke pabrik semen yang dikelola oleh
Habitat by Humanity," ucapnya. "Lumayan bisa menambah uang belanja."
William berharap proek ini terus berlanjut sehingga dapat diproduksi secara masal. Dia melanjutkan, masih perlu penyuluhan dan pelatihan tentang cara menumbuk kerang menjadi kalsium karbonat. "Tujuan jangka panjang kami, supaya lingkungan tetap terjaga, masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi, dan menjadi alternatif pembangunan rumah yang lebih efisien," katanya. (*)