INFO NASIONAL – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkap data stunting dua tahun terakhir mengalami penurunan. Pada Sistem Informasi Keluarga (SIGA) secara nasional mencatat pada 2022 jumlah Keluarga Berisiko Stunting (KRS) sebanyak 13.511.649. Satu tahun kemudian, pada 2023 turun menjadi 11.896.367, lalu pada 2024 semester pertama turun lagi menjadi 8.682.170.
Adapun kategori KRS di antaranya calon pengantin, ibu hamil, keluarga yang memiliki anak usia di bawah dua tahun (baduta), dan keluarga yang memiliki bayi di bawah lima tahun (balita). Kategori sasaran KRS lainnya yakni, keluarga yang tidak memiliki jamban dan akses air minum sehat, Pasangan Usia Subur (PUS) 4 T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, terlalu banyak) dan bukan peserta KB modern.
BKKBN yang berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Percepatan Penurunan Stunting menyebut selama ini pendampingan KRS selalu dilakukan berbasis data dari hasil Pendataan Keluarga (PK) tahun 2021 (PK21) yang selanjutnya dimutakhirkan setiap tahunnya.
“Data itu harus bisa bicara. Data itu harus bisa menggantikan kata-kata. Data itu harus membuat kita senang atau sedih atau cemas atau gelisah. Data yang mati tidak bisa membuat orang menjadi terkesiap,” ujar Kepala BKKBN RI, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), Jumat, 9 Agustus 2024
Dokter Hasto mengatakan, PK yang dilakukan BKKBN telah mampu memenuhi empat prinsip Satu Data yang baik dalam Sistem Statistik Nasional. Yakni, pemenuhan standar data dan meta data; interoperabilitas; pemenuhan; dan penerapan kode referensi/data induk. Upaya BKKBN mengenali keluarga Indonesia dengan cara mengumpulkan informasi melalui PK. Menurutnya, evaluasi yang dilakukan berbasis data sangat penting untuk menjadi referensi dan menentukan intervensi program agar tepat sasaran.
Pentingnya pendataan ini menjadi tanggungjawab BKKBN dalam melakukan pemutakhiran PK 2024. Secara nasional pemutakhiran telah berjalan mulai 1- 31 Agustus 2024 dan akan mendata 15,7 juta keluarga. Hasil data terbaru nantinya akan diketahui profil keluarga Indonesia secara akurat dan kemudian digunakan membuat kebijakan baru.
Hingga pada akhirnya menurut Dokter Hasto rencana strategi Indonesia dalam menggapai generasi emas 2045 dimulai dari sekarang. Dimana penerus bangsa nantinya memiliki kecerdasan yang komprehensif, yakni produktif, inovatif, damai dalam interaksi sosial, dan berkarakter kuat yang prosesnya dapat dimulai dari keluarga.
Dia pun menekankan, pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dimulai dari keluarga dengan SDM unggul dan berkualitas. Termasuk syarat balita sehat dan tidak stunting. "Sejauh mana kesiapan kita. Kalau belum siap, kalau mau cemas, sekarang cemasnya. Jadi, sebelum generasi emas harus cemas supaya kita siap,” ujar dia.
Dokter Hasto juga menekankan pembangunan kualitas SDM melalui keluarga, dimana syarat SDM berkualitas dan unggul adalah balita harus sehat dan tidak stunting. Keluarga berkualitas menurut Hasto, terdapatnya kualitas SDM yang terjaga. Unsur dalam keluarga terbagi atas tingkatan anak, remaja, usia produktif/kerja, dan perempuan. “Itu semua ada di unsur-unsur keluarga. Yang bisa mendorong orang itu berkualitas atau tidak adalah keluarga,” kata dia.
Menurut Hasto, kelebihan PK adanya satu data keluarga yang dilengkapi dengan by name by address. Sehingga dapat dilakukan pemetaan kondisi ekonomi keluarga melalui data tersebut. Data keluarga dalam PK telah dijadikan dasar menentukan kemiskinan dalam data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem). "Pentingnya data untuk membuat derajat siapa yang kaya sekali, siapa yang miskin sekali,” kata dia.
Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd. menambahkan, data PK telah banyak digunakan oleh kementerian dan lembaga negara hingga pemerintah daerah sebagai data rujukan. Antara lain, Kementerian PUPR, Badan Pangan Nasional, TNP2K, BPKP, Kemenko PMK, BRIN, Kementerian PPN/Bappenas, Kemenkes, hingga Badan Informasi Geospasial (BIG).
“Data keluarga, data sektoral BKKBN itu menjadi satu-satunya riset tentang orang dari 38 lembaga yang perfect. Dalam lima tahun ini, PK menjadi perhatian semua lembaga, dianggap betul, baik, dan dapat di adopt (oleh kementerian atau lembaga lainnya),” ujarnya.
Direktur Pelaporan dan Statistik BKKBN, Lina Widyastuti, SKM, MAPS menuturkan, pada 2021 BKKBN telah mengumpulkan sebanyak 68 juta keluarga pada PK. Termasuk di dalamnya terdapat aspek survey tentang kondisi rumah yang sehat atau tidak. (*)