Kesulitan akses data KPK
Dalam kesempatan itu, Tumpak mengungkapkan lembaganya kesulitan untuk mengakses data KPK. Tumpak mengatakan, masalah itu semakin terasa dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
“Dalam dua tahun terakhir ini akses kami untuk mendapatkan data-data juga sudah mulai sulit,” kata Tumpak.
Tumpak mengatakan, Dewas harus mengikuti mekanisme birokrasi yang berlapis untuk mendapatkan data lembaga yang mereka awasi tersebut. Dia menyebutkan, birokrasi itu merupakan ketentuan dari komisioner KPK. Jika Dewas ingin mengakses data, kata Tumpak, pimpinan KPK harus terlebih dulu memberi persetujuan.
Proses ini, kata Tumpak, berbeda dengan mekanisme perolehan data sebelumnya. Tumpak berkata akses data di KPK seharusnya bisa didapatkan dengan lebih mudah. Menurut dia, selama ini pihaknya bisa dengan mudah mendapat data dan bisa meminta langsung kepada deputi. "Tolong ini kami minta. Sekjen tolong, ini kami minta, lalu dikasih. Tapi dalam dua tahun terakhir ini cara itu sudah ditutup, dan harus melalui Pimpinan KPK,” ujar Tumpak.
Tumpak pun menilai, kesulitan untuk mengakses data menghambat kinerja Dewas KPK. “Kami merasakan hal seperti ini sebagai kendala,” ucap dia. Selain itu, dia juga menyampaikan ada pimpinan KPK yang kerap melakukan perlawanan terhadap Dewas, khususnya ketika hendak diperiksa sehubungan dengan kasus dugaan pelanggaran etik.
Tumpak mengatakan perlawanan tersebut dilakukan sang pimpinan komisi antirasuah itu dengan melaporkan Dewas ke aparat penegak hukum.
“Salah seorang pimpinan KPK yang sedang diperiksa dalam persidangan etik oleh Dewan Pengawas atas laporan masyarakat justru melaporkan Dewan Pengawas ke aparat penegak hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik,” ujar Tumpak.
Diketahui, seorang komisioner KPK melaporkan Dewas KPK ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yakni berdasarkan Pasal 421 KUHAP tentang perbuatan penyelenggara negara memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat dan Pasal 310 tentang pencemaran nama baik.
Tak hanya itu, sang komisioner KPK juga menggugat Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara: 142/G/TF/2024/PTUN.JKT. "Klasifikasi perkara: Tindakan administrasi pemerintah/tindakan faktual," sebagaimana dilansir Tempo dari laman SIPP PTUN Jakarta, Kamis, 25 April 2024.
Tumpak menyatakan perlawanan seperti itu adalah yang pertama dia alami selama bertugas di KPK. Sebelum menjadi Ketua Dewas, Tumpak juga pernah menjabat sebagai komisioner KPK periode pertama.
"Saya cukup lama juga bertugas di KPK karena saya termasuk pimpinan KPK yang pertama. Ini satu hal yang baru pimpinan KPK melaporkan Dewas melakukan tindak pidana ke Bareskrim, pencemaran nama baik dan penyalahgunaan kewenangan karena kami memanggil dan menyidangkan seorang pimpinan,” ujar Tumpak.
SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Anggota Komisi Hukum DPR Sebut Dewas KPK Seperti Macan Ompong