TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga korban dan Serikat Buruh Migran Indonesia melaporkan dua orang yang diduga menjadi pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Badan Reserse Kriminal Polri. Kedua orang tersebut berinisial P dan A.
“Kami sudah mengantongi nama yang akan kami laporkan hari ini, inisialnya P dan A,” kata Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno di Bareskrim, Selasa, 2 Mei 2023.
Hariyanto mengatakan kedua pelaku tersebut diduga beroperasi di wilayah Jabodetabek. Mereka, kata Hariyanto, diduga merupakan bagian dari jaringan internasional yang merekrut pekerja asal Indonesia untuk dipekerjakan di perusahaan penipuan online di Myanmar.
“Kami harap bisa ditindak,” ujar dia.
Sebelumnya, puluhan WNI dikabarkan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Mereka dipekerjakan disebuah perusahaan penipuan online di Myanmar.
Korban dipaksa untuk bekerja sebagai pelaku penipuan online oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut. Para WNI tersebut dikabarkan mengalami penyiksaan dan disekap sehingga tidak bisa pulang ke Indonesia.
Pemerintah kesulitan untuk pulangkan korban TPPO di Myanmar
Upaya pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk memulangkan para WNI tersebut juga menemui jalan terjal. Sebab, perusahaan online scamming tersebut berlokasi di wilayah yang dikuasai oleh pemberontak di Myanmar. Akibat sulitnya lokasi tersebut, kepolisian dan pemerintah Myanmar yang telah dimintai bantuan untuk memulangkan para WNI itu juga kesulitan.
Hariyanto menyatakan perekrutan WNI ke Myanmar mulai marak terjadi bersama dengan datangnya pandemi Covid-19. Ketika banyak WNI yang kehilangan pekerjaan, para perekrut mengiming-imingi mereka pekerjaan dengan upah yang besar di negara tetangga.
Awalnya, kata dia, para WNI itu dijanjikan akan bekerja di Thailand. Akan tetapi, Thailand ternyata hanya menjadi negara transit. Begitu sampai di negara gajah putih itu, para WNI dibawa ke perbatasan Myanmar yang masuk daerah konflik.
“WNI yang direkrut itu punya keterampilan yang baik, tetapi memang ada sindikat yang memanfaatkan kerentanan ini,” kata dia.
Ida, ibu dari salah satu korban perdagangan manusia menceritakan sudah satu pekan ini kesulitan berkomunikasi dengan anaknya. Dia mengatakan anaknya kerap menceritakan tentang penyiksaan dan intimidasi yang dialami olehnya.
“Pihak perusahaan bilang tidak ada yang bisa jemput kalian di sini, bahkan presiden pun tidak bisa,” kata dia.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md pada awal April lalu meminta aparat kepolisian untuk tegas menindak pelaku TPPO. Dia mengaku telah mengantongi daftar jaringan perdagangan manusia dan akan membukanya.