TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Ahmad Khoirul Umam mengomentari keputusan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu yang menyatakan kasus bagi-bagi amplop kader PDIP di Sumenep, Madura, bukan sebagai pelanggaran Pemilu. Dia menilai putusan itu menunjukkan lembaga tersebut tak bertaring.
Umam mengatakan adanya inkonsistensi sikap penyelenggara pemilu dalam mewujudkan pemilu bersih. Dia menilai kasus bagi-bagi amplop itu jelas melanggar semua aturan dalam kepemiluan.
"Pembagian amplop di Masjid tidak hanya melanggar etika, tetapi juga aturan dasar kepemiluan," ucap Umam saat dihubungi, Junat, 7 April 2023.
Kader PDIP disebut melakukan korupsi investif dengan membagikan amplop berisi uang
Kemudian Umam mengatakan proses pembagian amplop memang tidak diikuti dengan ajakan memilih pihak tertentu, namun logo partai dan nama politisi jelas tertera di sana. Dimana kata Umam, dimaknai sebagai investive corruption.
"Atau praktik politik uang yang korup dengan mekanisme investif," ujarnya.
Umam menyampaikan meski Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu Tahun 2024, kampanye pemilu baru akan dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, namun tindakan kader PDIP tersebut sifatnya investif, sangat diyakini memiliki fungsi penggalangan kekuatan yang efektif sebagai alat mobilisasi suara di saat pencoblosan Pemilu 2024 nanti.
'Karena itu, pelaksanaan aturan kepemiluan dalam UU No. 7/2017 seharusnya ditegakkan dalam konteks pemahaman yang holistik dan imparsial, bukan sekadar parsial," ujarnya.
Pelanggaran etika sosial-keagamaan karena dibagikan di masjid
Tak hanya itu, Umam juga menyampaikan ada pelanggaran etika sosial-keagamaan dalam peristiwa bagi amplop berlogo partai di Masjid. Mestinya, kader PDIP yang membagi amplop tersebut harusnya malu dan minta maaf karena cara-cara berpolitiknya tidak sesuai dengan ideologi dan paradigma politik PDIP.
"(PDIP) termasuk partai yang selama ini sangat tegas dalam menyuarakan sikap anti-politisasi agama dan tempat-tempat ibadah," ucapnya.
Umam menilai, jika masjid dan tempat ibadah yang lain dijadikan sebagai media politik, maka politisasi agama dan benturan kekuatan politik horisontal akan tinggal menunggu waktu saja.
"Jadi, kejadian itu sepatutnya mendapatkan peringatan keras, bukan pembiaran," ujarnya.
Selanjutnya, Bawaslu diminta lebih tegas ke partai penguasa