TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika untuk lebih aktif lagi dalam menjalankan tugasnya. Mereka diminta tak hanya sekedar menyampaikan informasi cuaca, iklim, gempa, dan tsunami yang lebih cepat dan jangkauan yang lebih luas pada masyarakat.
"Tapi bersinergi bersama BNPB, mengedukasi masyarakat, bagaimana bersiap menghadapi bencana," kata Jokowi dalam sambutannya di Rakorbangnas BMKG 2021, yang disiarkan di YouTube, Kamis, 29 Juli 2021.
Jokowi meminta data dan informasi dari BMKG harus bisa dan harus digunakan sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan pemerintah di berbagai sektor. Mulai dari info kekeringan, cuaca ekstrem, gempa, dan kualitas udara, harus jadi perhatian dan acuan berbagai sektor dalam merancang kebijakan dan pembangunan.
"Kebijakan nasional dan daerah harus betul-betul sensitif dan antisipatif terhadap kerawanan bencana. Karena itu saya meminta agar sinergi dan kolaborasi antara BMKG dengan kementerian lembaga serta pemda harus terus diperkuat," kata Jokowi.
Jokowi juga meminta agar kapasitas manajemen penanggulangan dan adaptasi bencana terutama di tingkat daerah terus ditingkatkan. Dari tingkat kelurahan ke tingkat provinsi harus memiliki desain manajemen yang jelas yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat.
"Sejak fase pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. Manajemen ini juga perlu disimulasi dan dilatih sehingga ketika terjadi bencana kita sudah sangat siap bekerja dengan cepat," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan saat ini tantangan dalam menghadapi bencana alam semakin meningkat. Meningkatnya resiko bencana ini terlihat dari data gempa bumi. Dalam kurun waktu 2008-2016, rata-rata terjadi gempa sebanyak 5 ribu sampai 6 ribu kali dalam setahun. Pada 2017 angkanya meningkat menjadi 7.196 kali, dan pada 2019 jumlahnya meningkat signifikan menjadi lebih dari 11.500 kali.
Cuaca ekstrem dan siklon tropis juga meningkat frekuensinya, durasi dan intensitasnya. Jokowi mengatakan pada periode ulang terjadinya El Nino atau La Nina pada periode 1981 hingga 2020 cenderung semakin cepat, yakni terjadi setiap 2-3 tahunan. Padahal pada periode 1950-1980, El Nino atau La Nina terjadi setiap 5-7 tahunan.
Karena itu, Indonesia perlu meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi bencana, menguatkan manajemen penanganan bencana, dan menguatkan kemampuan mengantisipasi dan memitigasi bencana. "Untuk mengurangi resiko korban jiwa, kerusakan, dan kerugian harta benda," kata Jokowi.
Baca: Presiden Jokowi Minta BMKG Berinovasi dalam Memberikan Layanan Peringatan Dini