TEMPO.CO, Jakarta - Di tanah melayu muncul jerebu-jerebu.
Dua puluh dua tahun udah kotaku kau ganggu.
Membuat asa dan hatiku pilu.
Hilangkan musibah jerebu agar negeriku tampak ayu.
Maryati, Kepala SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru, sudah kehabisan asa untuk menghalau kabut asap yang dihisapnya tiap hari.
Baca juga:
Sepenggal puisi itu kemudian ditulisnya sebagai ungkapan keprihatinannya.
Dampak karhutla yang masih dirasakan hingga kini menyebabkan kegiatan belajar di sekolah dihentikan. “Puisi ini diharapkan dapat menggugah para pejabat daerah dan pusat agar menggunakan kewenangan mereka untuk menyelesaikan bencana asap ini,” kata Maryati dalam siaran tertulis Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sabtu, 14 September 2019.
Bukan hanya Maryati, warganet mulai mendengungkan tagar #IndonesiaDaruratAsap sejak pekan lalu. "Tragis!! Nih pemerintah kemana sih? Gak keliatan batang hidungnya untuk urusan karhutla!! Yang kebakaran hutan, yang dipadamkan KPK," tulis akun Nabilla Soputan atau @NabillaYoo.
Dampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan sudah sangat mengkhawatirkan.
Sekolah Dasar Kartika II-2 Palembang, Sumatera Selatan dan sekolah lainnya harus memundurkan waktu masuk kelas satu jam untuk menghindari asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang pekat pada pagi hari.
Siswa SD Kartika mulai Senin diminta guru untuk pergi ke sekolah sedikit lebih siang menyesuaikan dengan jam masuk baru dari pukul 07.00 menjadi pukul 08.00 WIB.
Salah seorang guru, Sumartini di Palembang, mengatakan sesuai instruksi Kepala Dinas Pendidikan setempat dan Kepsek SD Kartika dilakukan perubahan jadwal masuk dan jam belajar sementara.
Aliansi Kami Akan Mati melaukan aksi untuk melawan kabut asap saat car free day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 15 September 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Hal ini untuk menghadapi kabut asap karhutla yang semakin parah dengan kondisi kualitas udara mencapai level bahaya.
"Mudah-mudahan bencana asap dampak kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau 2019 ini bisa segera diatasi satgas gabungan penanggulangan karhutla Sumsel, sehingga anak-anak bisa kembali belajar dan masuk sekolah seperti biasanya," ujar Sumartini seperti dikutip Antara, Senin 16 September 2019.
Selain Palembang, kabut asap yang terjadi di Riau dan Kalimantan Tengah juga mengancam kesehatan dan keselamatan warga. Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Riko Kurniawan mengatakan masyarakat di Riau banyak terserang batuk, suara mereka berubah, dan mata merah.
“Lebih dari 74.000 warga terkena ispa (infeksi saluran pernapasan akut),” kata Riko saat dihubungi, kemarin. “Sekolah masih diliburkan.”
Menurut dia, udara berbahaya yang terparah terjadi di Kota Dumai dan Duri. Banyak anak-anak dan ibu-ibu muntah dan pusing saat berada di jalanan. “Di Pekanbaru juga kondisi udara di luar banyak membuat orang drop,” ujar Riko.
Tercatat pollutant standard index (PSI) di Kota Dumai, Duri, dan Pekanbaru, di atas 600 psi. Lantas di Air Nolak, Japura, Rengat, Siak, dan Tembilahan di atas 400 psi.
Riko mengatakan saat ini sedang ada hujan buatan di beberapa tempat di Riau, sehingga kadar udara berbahaya makin turun dan jarak pandang juga lebih jauh. Riko mengatakan, sebagian besar warga sudah mengungsi, terutama ke Jakarta dan Sumatera Barat.
Sedangkan di Kalimantan Tengah, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah, Dimas Hartono, mengatakan hampir semua wilayah di provinsi itu terpapar kabut asap. “Dalam sepekan terakhir ada dua ribu lebih masyarakat Kalimantan Tengah yang terkena ISPA,” ucapnya. Info itu dia dapat dari rumah sakit-rumah sakit umum daerah.
Ketua Tim Kampanye Hutan di Greenpeace Indonesia, Arie Rompas meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi
turun langsung dalam menangani peristiwa kebakaran hutan dan lahan. Ia menilai langkah tersebut perlu dilakukan jika menginginkan karhutla segera diatasi.
"Seharusnya Presiden Jokowi memimpin langsung sehingga seluruh komponen masyarakat bisa mendukung dan terlibat secara aktif dan menggerakkan sumber daya. Termasuk pemerintah daerahnya," kata Arie ketika dihubungi Tempo, Ahad 15 September 2019.
Presiden Jokowi sebelumnya telah memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk bisa mengatasi Karhutla. Selain itu, Jokowi juga telah menghubungi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala BNPB Doni Monardo, dan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati untuk berkoordinasi terkait penanganan Karhutla.
Pada awal Agustus 2019, Presiden Jokowi sempat melontarkan pernyataan bakal mencopot sejumlah pejabat tinggi Polri dan TNI jika gagal mengatasi Karhutla. Hal itu disampaikan Jokowi di Istana Negara saat mengelar Rapat Nasional Pengendalian Karhutla 2019 di Istana Negara, Jakarta.
“Kemarin saya sudah telepon Panglima TNI dan Kapolri. Saya meminta mereka mencopot orang-orang yang tidak bisa mengatasi kebakaran hutan,” kata Jokowi, seperti dikutip Reuters, usai rapat saat itu.
Kendati demikian, Arie menyatakan pernyataan Jokowi sebelumnya tersebut hanyalah lip service atau janji di mulut. Sebab, meski telah menyatakan bakal mencopot, faktanya tidak ada tindakan nyata dari Presiden Jokowi.
"Pasca-kebakaran tahun 2015, Presiden Jokowi selalu menyatakan ancaman yang sama, faktanya kebakaran terus terjadi dan tidak ada orang yang di copot karena kelalaiannya," kata Arie.
Arie juga meminta bahwa persoalan Karhutla jangan dipersempit hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah semata. Ia meminta pemerintah pusat sebagai pengambil kebijakan juga aktif dalam menangani Karhutla dan dampak yang ditimbulkan.
Lebih lanjut, Arie juga mengingatkan supaya Pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) atas gugatan warga negara. Dalam gugatan tersebut, MA menyatakan bahwa pemerintah bersalah karena gagal mencegah kebakaran hutan dahsyat di Kalimantan Tengah dan beberapa provinsi lainnya pada 2015.
"Setiap pejabat negara memiliki kewenangan dan tanggung jawab, tapi kepemimpinan Presiden Jokowi yang menjadi ukurannya, termasuk soal mematuhi putusan MA," kata Arie.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan aparat telah melakukan berbagai upaya menangani kebakaran hutan dan lahan. Salah satunya dengan melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan di wilayah yang terkena karhutla.
“Hasil hujan buatan hari ini (Jumat) hujan di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau,” katanya dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Sabtu, 14 September 2019.
Ia berujar pihaknya hari ini telah mengirim tambahan pesawat CN-295 dan Hercules untuk kembali membuat hujan buatan skala yang besar dengan menebar garam sebanyak 3,5 ton.
Menurut Hadi, ia dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah terjun langsung ke lapangan untuk menangani karhutla beberapa waktu yang lalu.
Adapun Kepala BNPB meminta kepada seluruh elemen, khususnya pada pejabat-pejabat daerah mulai dari bupati-walikota, camat, lurah, hingga RT-RW juga turut membantu untuk bersinergi melakukan upaya pengendalian karhutla.
"Kami tidak ingin kehabisan tenaga, energi, uang, biaya dan sebagainya hanya karena penanganan belum optimal. Sekali lagi saya berharap bupati, wali kota, camat, lurah lebih peduli," ujar Doni.
Doni mengatakan penanganan karhutla ini dihantui ketidakpedulian kepala daerah.
"Kita ada beberapa keluhan dari unsur TNI-Polri di lapangan, karena adanya kurang peduli dari pejabat daerah. Saya tak menyinggung pejabat siapa, tapi rata-rata pejabat atau pemimpin tingkat Kabupaten Kota," kata Doni dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Sabtu, 14 September 2019.
FRISKI RIANA\AHMAD FAIZ\DIAS PRASONGKO\EGI ADYATAMA\REZKY