Jakarta - Kepolisian RI mengevakuasi tiga belas penambang emas ilegal yang terjebak di dalam lokasi tambang yang berada di Gunung Suge, Lombok Barat, 19 Juni 2018 sekitar pukul 11.00 WITA. Dari tiga belas orang tersebut, tujuh meninggal.
"Enam lainnya selamat. Sedang dirawat," ujar Kepala Bagian Penerangan Divisi Hubungan Masyarakat Polri Komisaris Besar Yusri Yunus di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 19 Juni 2018. Dari hasil pemeriksaan sementara, belasan penambang ini mengalami keracunan gas, yang mengakibatkan para korban kekurangan oksigen.
Baca Juga:
Yusri mengatakan kejadian tersebut bermula ketika kelompok penambang ini sedang mencari emas ilegal di dalam lubang-lubang galian yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Pada Senin (18/06) para penambang menemukan sebuah lubang. Sekitar pukul 20.00 waktu setempat, mereka masuk ke lubang tersebut.
Baca: Pemerintah Tutup Tambang Emas Ilegal.
"Pas lagi nambang, ada bau asap. Karena kedalaman saat itu sekitar 200 meter, beberapa korban tidak bisa menyelamatkan diri dan meninggal akibat sesak nafas atau kekurangan oksigen," kata Yusri. Saat ini polisi masih melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), mengidentifikasi korban, dan meminta keterangan saksi.
Penambangan emas perorangan memang menjadi momok di Indonesia. Pada tahun 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat ada 850 titik penambangan emas skala kecil (PESK) yang tersebar di 197 kabupaten/kota di Indonesia. Mereka menggunakan merkuri untuk menambang emas.
Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencemaran LHK Karliansyah memperkirakan kegiatan PESK di Indonesia tersebar di 197 kota dari 32 provinsi. Diperkirakan, dari seluruh PEKS tersebut ada sekitar 250 ribu penambang. "Dampak pengolahan emas menggunakan merkuri merugikan baik dari segi lingkungan, kesehatan, ekonomi dan sosial," kata Karliansyah di Jakarta kala itu.
Ia mencatat dari produksi PEKS sebanyak 80 ton emas/tahun, negara kehilangan royalti kurang lebih sebesar Rp 157 miliar per tahun. Selain itu, untuk biay pemulihan sebesar Rp 12 juta per ton. Selain itu, terjadinya kerusakan akibat pembukaan permukaan lahan untuk penambangan.