TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Sinar 99 Permai Wihelmus Iwan Ulumbu resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa selama enam jam di Gedung KPK Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Senin, 12 Februari 2018.
Wilhelmus ditetapkan sebagai tersangka karena memberi suap kepada Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur Marianus Sae atas sejumlah proyek jalan di wilayah tersebut. "WIU (Wilhelmus Iwan Ulumbu) ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur," kata Pelaksana harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati, Senin, 12 Februari 2018.
Baca: Jadi Tersangka, KPK Resmi Tahan Bupati Ngada Marianus Sae
Berdasarkan pantauan Tempo, Wilhelmus tiba di KPK pada pukul 17.10. Dia mengenakan kaos biru berlambang naga dan celana jeans biru. Wilhelmus baru dibawa ke luar gedung KPK sekitar pukul 23.10 mengenakan rompi tahanan oranye. Wilhelmus hanya menggeleng saat ditanya awak media apakah benar dia memberikan sejumlah uang suap kepada Bupati Ngada.
Wilhelmus pun enggan berkomentar saat ditanya ihwal peruntukkan uang suap yang diduga sebagian digunakan untuk biaya kampanye Marianus Sae. "Saya tidak berkomentar," ujarnya masuk ke mobil tahanan KPK.
Simak: Ancaman Sanksi Jika PDIP Cabut Dukungan untuk Bupati Ngada
Wilhelmus diduga memberikan suap sebesar Rp 4,1 Miliar kepada Marianus Sae sejak November 2017 hingga Februari 2018 dengan janji imbalan mendapatkan sejumlah proyek senilai Rp 54 Miliar.
Wilhelmus adalah kontraktor tujuh proyek infrastruktur di Kabupaten Ngada. Berikut rincian tujuh proyek dan nilainya yang dijanjikan Marianus untuk dikerjakan Wilhelmus:
- Pembangunan jalan Poma Boras Rp 5 miliar.
- Jembatan Boawe Rp 3 miliar.
- Jalan ruas Ranamoeteni Rp 20 miliar.
- Ruas jalan Riominsimarunggela Rp 14 miliar.
- Ruas jalan Tadawaebella senilai RP 5 miliar.
- Ruas jalan Emerewaibella Rp 5 miliar.
- Ruas jalan Warbetutarawaja Rp 2 miliar.
Atas perbuatannya Wilhelmus dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.