TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian meminta jajarannya untuk mengembalikan sebagian besar beras oplosan hasil sitaan Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan ke pasar. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga stabilitas bahan dan harga pangan.
"Saya memberi arahan ke Kapolda Kalimantan Selatan (Brigadir Jenderal Rachmat Mulyana) untuk cepat menanganinya. Cepat sisihkan berasnya sebagian besar ke yang berwenang sehingga pasokan kepada masyarakat tak terganggu karena penindakan kepolisian," kata Tito di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat pada Senin, 8 Januari 2018.
Baca: Kasus dan Kisruh Beras Oplosan, KPPU: Mata Rantai Harus Dirombak
Tito meminta pihaknya mengkoordinasikan pengembalian itu dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, serta Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik. Nantinya, beras hasil sitaan itu akan kembali didistribusikan melalui operasi pasar.
Meski begitu, Tito juga meminta sebagian kecil dari beras sitaan itu disisihkan untuk kelanjutan penyidikan kasus beras oplosan tersebut. "Penegakkan hukum tetap berjalan," ujarnya.
Baca: Kasus Beras Oplosan, Polisi Periksa Bos PT IBU Pekan Ini
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Selatan sebelumnya menyita 18.750 kilogram beras oplosan di sebuah tempat penyimpanan di Kalimantan Selatan pada Sabtu, 6 Januari 2018. Modus pelaku adalah mengoplos beras Bulog dengan beras Vietnam dan menggantinya dengan karung beras merek ternama. Sebelum tertangkap, pelaku hendak menjual beras sebanyak 375 karung itu ke Surabaya dengan harga lebih mahal.
Dari penggerebekan itu, polisi menangkap seorang tersangka berinisial HB, 35 tahun. HB merupakan pemilik dan pengoplos beras-beras tersebut. Saat ini, polisi masih mengembangkan kasus ini untuk menemukan tersangka lainnya.
Akibat perbuatannya, HB dijerat Pasal 143 juncto Pasal 99 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pasal itu menerangkan tentang setiap orang yang dengan sengaja, mencabut, menghapus, menutup, mengganti label, atau mencabut kembali dan atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan. Pelaku terancam hukuman penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp 4 miliar.