TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Bos Surya Dumai, Marthias, dengan pidana 18 bulan penjara. Majelis hakim yang dipimpin Gusrizal menyatakan, Marthias bersalah dalam kasus korupsi pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur. Majelis hakim juga menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp 200 juta atau hukuman pengganti selama enam bulan kurungan. ”Terdakwa juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,6 miliar,” ujar Gusrizal membacakan putusannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (4/5).Dalam pertimbangannya, majelis hakim memutuskan bahwa terdakwa Marthias bersalah dalam dakwaan subsidair. Terdakwa, kata hakim, tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primair. ”Sebab unsur melawan hukumnya tidak terbukti,” kata Gusrizal.Salah seorang hakim anggota, Slamet Subagyo, mengajukan dissenting opinion (beda pendapat) atas putusan itu. Menurut Slamet, seharusnya terdakwa Marthias bias dijerat dengan dakwaan primair. Sebab unsur melawan hukum bisa dibuktikan dengan bermasalahnya permohonan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). ”Berawal dari unsur itu, dakwaan primair bisa menghukum terdakwa,” ujarnya.Vonis ini jauh di bawah tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut sembilan tahun penjara. Jaksa juga menuntut Marthias membayar uang pengganti kerugian korupsi sebesar Rp 346 miliar sebagai jumlah kerugian negara. Hal itu ditetapkan dari nilai intrinsik kayu yang ditebang dan dijual oleh terdakwa berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan, Marthias—yang juga rekanan Gubernur (non-aktif) Kalimantan Timur Suwarna—telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 4,6 miliar sebagai laba penjualan kayu karena adanya IPK. Permohonan izin itu dianggap bermasalah karena tidak ada studi kelayakan terhadap perkebunan kelapa sawit tersebut. Menanggapi putusan hakim, Marthias tampak tidak terlihat terlalu terpukul. Banyak senyuman yang mengembang dari wajahnya. Marthias tetap menyatakan tidak bersalah. Tindakannya memohonkan izin untuk mengolah lahan menjadi kebun, menurut dia, bukan tindakan pidana. ”Saya menyatakan pikir-pikir atas putusan itu,” ujarnya menjawab hakim seusai pembacaan putusan. Bagi Marthias, putusan hakim tidak dianggap berat atau ringan. Dia berpendapat, bakal banyak pengusaha yang ketakutan apabila kesalahan akibat permohonan izin dibebankan kepada pengusaha. ”Ini berarti hukum pokok. Pokoknya harus dihukum,” kata Marthias.Sandy Indra Pratama