Indonesia Bersedia dijadikan Transit Pencari Suaka Warga Sri Lanka
Reporter
Editor
Jumat, 2 Maret 2007 16:30 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah Indoensia bersedia tempat transit bagi 83 warga negara Sri Lanka yang mencari suaka ke Australia. "Kita siap menerima 83 pencarai suaka Sri Lanka dengan pertimbangan untuk transit saja," ucap Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan senjata Departemen Luar Negeri, Desra Percaya, Jumat (2/3).Alasan kesediaan Indonesia, kata Desra, lebih didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan. Pernyataan senada disampaikan oleh juru bicara Departemen Luar Negeri, Kristiarto Legowo. Menurutnya, kesediaan pemerintah Indonesia harus dilihat dalam konteks kerjasama negara kawasan. "Apalagi Indonesia dan Autralia adalah negara inisiator Regional Conference on People Smuggling and Trafficking in Person tahun 2002, jadi hal ini juga harus dilihat dalam konteks itu,'' ucapnya. Kristiarto juga menekankan bahwa kesediaan Indonesia ini bukan berarti bahwa Indonesia menerima limpahan tanggung jawab dari Australia. Para pencari suaka ini, kata Kristiarto tetap menjadi tanggung jawab Australia karena mereka ditangkap di perairan Australia dan diproses menurut hukum Australia. Hanya saja kalau dari proses itu kemuadian pemerntah Australia memutuskan untuk memulangkan mereka, maka Indonesia bersedia menjadi negar transit. "Jadi harus dipahami bahwa fasilitas yang kita berikan hanyalah untuk memudahkan kepulangan mereka ke negara asal," ucapnya. Para pencari Suaka ini sekarang berada di Pulau Christmas Australia. Menteri Imigrasi Australia Kevin Andrew pada selasa kemarin (27/2) mengatakan bahwa para pencari suaka ini tidak akan ddipindahkan ke Indonesia kecuali kalau pemerintah Indonesia berjanji untuk menampung mereka di sana sampai mereka selesai diproses. Namun dia juga menolak untuk mengirim mereka pulang ke Sri Lanka kecuali kalau ada bukti independen bahwa mereka tidak akan menghadapi penindasan di sana. Titis Setianingtyas
Matematika politik bisa berlangsung seperti berikut: jika mayoritas keliru, minoritas yang baik dan benar menjadi musuh rakyat. Dalam arti ini, musuh rakyat bermakna positif, dan jika mayoritas semacam ini memenangi pemilihan umum, demokrasi jelas menunjukkan kelemahannya. Plato sudah lama menunjuk demokrasi sebagai kapal berisi orang-orang bodoh, sejak Socrates harus dihukum mati minum racun berdasarkan pemungutan suara dari 501 anggota parlemen Athena pada 399 SM. Dengan ajaran logikanya, Socrates, antara lain, didakwa menista dewa-dewa Yunani.