Ketua DPR Setya Novanto memberikan keterangan dalam jumpa pers di Gedung Nusantara III, Jakarta, 18 Juli 2017. Setya Novanto menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI merencanakan rapat pimpinan di masa reses untuk menentukan pemimpin rapat pidato nota keuangan yang akan dihadiri Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 16 Agustus 2017. Rapim itu dilakukan mengingat status tersangka yang kini disandang Ketua DPR Setya Novanto.
Status Setya Novanto, yang diduga terlibat korupsi proyek e-KTP, itu pun membuat DPR mencari siapa yang akan membacakan teks proklamasi kemerdekaan di Istana Kepresidenan nanti.
"Dalam reses, mulai hari ini kita rapim juga untuk memutuskan, ada tiga peristiwa penting. Tanggal 16 pidato nota keuangan, tanggal 17 (pembacaan teks) proklamasi. Kemudian tanggal 29 hari ulang tahun DPR," ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 7 Agustus 2017.
Teks proklamasi sejatinya dibacakan kepala lembaga negara secara bergilir. Pada 2016, teks proklamasi dibacakan Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI yang kala itu dijabat Irman Gusman.
Setya, yang sempat melakoni tugas itu pada 2015, dipertanyakan saat harus kembali mewakili DPR pada tahun ini dengan status tersangkanya. Terlebih, penolakan terhadap Setya sebagai pembaca teks proklamasi sempat bermunculan di media sosial.
Fahri meyakini Setya Novanto akan legawa terhadap keputusan rapim. "Pasti beliau juga mengerti soal ini. Dan setahu saya, Pak Novanto itu bukan orang yang suka ngotot," katanya.
Lagi pula, menurut Fahri, DPR adalah lembaga yang dipimpin secara kolektif sehingga kepemimpinannya tak hanya berada pada satu orang. "Kalau dalam konsep kepemimpinan di DPR kan kolektif kolegial. Kami belum ada rapim soal itu. Siapa pun yang memimpin itu keputusan yang kami tetapkan di dalam rapim nanti," tuturnya.