Bupati Pamekasan Achmad Syafii (tengah) dengan dikawal Polisi keluar dari ruang Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jawa Timur, Surabaya, 3 Agustus 2017. ANTARA/M Risyal Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M. Rum mengatakan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya telah dinonaktifkan lantaran berstatus tersangka dalam dugaan suap penanganan perkara dana desa di Kabupaten Pamekasan. Rudi terjaring dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, kemarin.
"Saat ini yang bersangkutan (Rudi) sudah nonaktif," kata Rum dalam konferensi persnya di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2017.
Ia menambahkan, bila nantinya telah terbukti bersalah dan telah mencapai kepastian hukum, Rudi akan dipecat. "Setelah inkracht," tutur Rum.
Rum menjelaskan, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan kepada Rudi. Kejaksaan Agung, kata dia, tidak akan mencegah atau menghalang-halangi proses ini.
Rudi menjadi tersangka bersama empat orang lainnya, termasuk Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Inspektorat Pamekasan Sucipto Utomo, Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin; Kepala Desa Dasuk Agus Mulyadi.
Wakil Ketua KPK Laode Syarif mengatakan para pejabat di Pemerintah Kabupaten Pamekasan diduga menyuap Rudi sebesar Rp 250 juta. Suap tersebut diduga untuk menghentikan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri dalam perkara tindak pidana korupsi proyek infrastruktur. "Proyek senilai Rp 100 juta tersebut menggunakan dana desa," kata Laode, kemarin.
Laode menjelaskan, Sucipto, Agus Mulyadi, Noer, dan Achmad Syafii, yang diduga sebagai pemberi suap, disangka melanggar Pasal 5 ayat 1-a atau Pasal 5 ayat 1-b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Rudi Indra Prasetya, yang diduga menerima suap, disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.