Puluhan pasien pencandu narkoba, gangguan mental, dan anak-anak yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua mereka mengikuti upacara bendera di halaman panti Rehabilitasi Sinai, Sukoharjo, Jawa Tengah, 28 Oktober 2015. Walaupun banyak kekurangan dari segi penyajian namun Upacara tersebut berlangsung khidmat. Bram Selo Agung/Tempo
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Adrianus Meliala mengaku menemukan potensi maladministrasi dalam proses rehabilitasi penyalahgunaan narkotika melalui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). "Kami melihat di lapangan ada alur berpotensi (maladministrasi). Temuan itu masih berupa data awal, yang akan dilakukan klarifikasi," kata Adrianus saat konferensi pers di Gedung Ombudsman Jakarta, Jumat, 28 Juli 2017.
Adrianus berujar ada biaya administrasi bagi peserta wajib lapor yang seharusnya gratis. "Kami mendapat kesan di lapangan ada biaya," ujarnya. Dia tak menyebutkan IPWL mana yang meminta sejumlah uang pada peserta wajib lapor itu.
Indikasi maladministrasi lainnya, kata dia, adalah adanya penyalahgunaan wewenang dalam penentuan klasifikasi peserta wajib lapor yang akan direhabilitasi, seperti penempatan pusat rehabilitasi.
Selain itu, kata dia, petugas rehabilitasi juga tidak kompeten karena tidak memiliki izin, sertifikasi, dan persyaratan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Namun, kata Adrianus, indikasi awal itu harus diteliti lebih lanjut untuk mengetahui datanya. Ada pula, kata dia, diskriminasi terhadap peserta wajib lapor. "Dilihat siapa yang melapor, dalam hal ini orang mana," ujarnya.
Melihat indikasi-indikasi di atas Ombudsman memberikan saran pada Badan Narkotika Nasional (BNN) agar meningkatkan intensitas sosialisasi bahwa rehabilitasi melalui IPWL tanpa biaya. Ombudsman juga meminta BNN menyusun jaminan perlindungan hukum bagi pasien rehabilitasi dan bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan dalam menggunakan aplikasi Sirena pada seluruh IPWL.
Anggota Ombudsman itu menuturkan, BNN akan fokus memperbaiki layanan wajib lapor melalui IPWL. Serta akan bekerja sama dengan Kementrian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk membuat program rehabilitasi nasional.