Menkopolhukam Wiranto (tengah) bersama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menkumham Yasonna Laoly (kiri) dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kanan), memberikan keterangan kepada awak media, di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat, 8 Mei 2017. Pemerintah secara resmi memutuskan membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto belum menentukan organisasi kemasyarakatan (ormas) mana yang akan ditertibkan lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 atau Perppu Ormas.
Proses penyusunan perppu itu sebelumnya dikait-kaitkan dengan upaya pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun, saat mengumumkan penerbitan Perppu Ormas di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017, Wiranto tak sedikit pun mengungkit HTI.
Wiranto hanya menekankan bahwa Perppu dibuat untuk melengkapi asas contrario actus dalam Undang-Undang Ormas. Menurut asas hukum administrasi negara itu, lembaga negara yang menerbitkan izin seharusnya juga berwenang membatalkannya.
Dalam urusan ormas, lembaga yang dimaksud adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta Kementerian Dalam Negeri. Dua pihak tersebut akan meneliti laporan dan bukti data aktivitas ormas yang dianggap menentang dasar negara, kemudian memberi keputusan.
"Baru lembaga itu menyatakan 'Eh, kamu ternyata tidak konsisten dengan perjanjian dulu, maka saya cabut izinnya.' Sederhana sekali, tapi memang harus mengacu pada payung hukum," tuturnya.
Dia meminta masyarakat menunggu hingga Kementerian Hukum dan HAM sebagai pemberi izin mengumumkan ormas yang dimaksud.
Purnawirawan jenderal TNI ini pun meyakinkan publik bahwa Perppu Ormas tak mendiskreditkan ormas Islam. Perppu yang masih akan dibahas pemerintah dengan DPR itu disebutnya sebagai landasan hukum untuk mengantisipasi potensi ancaman.
"Kalau dari 344 ribu (ormas), ada 100 saja bertentangan dengan Pancasila dan kita tak punya satu undang-undang yang menjamin pemerintah mengambil tindakan, bagaimana wajah persatuan dan kesatuan Indonesia? Tentu kacau balau," ucapnya.