Ketua DPR Setya Novanto berbincang dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Taufik Kurniawan (kedua kiri) usai memimpin Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. Rapat Paripurna ini beragendakan mendengar pembacaan pidato pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2016-2017 oleh Ketua DPR Setya Novanto. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta – Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menyarankan pemerintah tidak melibatkan pihak swasta dalam rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke kota lain. Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengatakan proyek pemindahan ibu kota harus menunjukkan kemandirian negara.
Sehingga di balik rencana pemindahan ibu kota, kata dia, jangan sampai ada kepentingan dari pihak mana pun. Sebabnya, modal untuk pelaksanaannya disarankan menggunakan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan tanpa melibatkan swasta.
“Kalau ada kepentingan pihak swasta pokoknya kami tidak setuju,” kata politikus Partai Amanat Nasional ini di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Juli 2017.
Sementara itu Wakil Ketua DPR RI dari Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan bangunan-bangunan pemerintah yang akan didirikan di ibu kota baru harus bersumber dari kantong pemerintah. Keterlibatan pihak swasta, kata dia, akan mengganggu dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. “Kalau swasta, nanti bisa-bisa negara atau pemerintah akan menyewa,” ucapnya.
Ia menuturkan konsep ibu kota yang baik ialah antara kantor-kantor pemerintahan jaraknya berdekatan dan saling terkoneksi. Ia mengambil contoh Brazilia, ibu kota Brasil, yang masyarakatnya bisa berpindah dari satu gedung ke gedung lain dengan berjalan kaki.
“Semua terhubung dan direncanakan dengan matang. Tapi butuh belasan bahkan puluhan tahun untuk jadi kota mandiri. Tidak bisa oleh swasta. Swasta baru diberi kesempatan setelah itu,” tutur Fadli.
Untuk mewujudkan hal itu, pemindahan Ibu Kota membutuhkan anggaran yang besar. Sebabnya Fadli memprediksi rencana ini tidak akan terlaksana dalam waktu dekat. “Secara ide saya setuju, tapi kondisi keuangan negara juga tidak menguntungkan untuk itu,” ujarnya.