Aparat kepolisian memasukan mayat ke kantong mayat dari tempat terjadinya ledakan bom di Halte dan parkiran terminal Kampung Melayu Jakarta, 24 Mei 2017. Tiga petugas kepolisian tewas dan dua orang lainnya yang tewas diduga pelaku. TEMPO/Amston Probel
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menjelaskan kronologi terjadinya peristiwa bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Ia mengungkapkan kronologi kejadian berdasarkan kesaksian anggota Sabhara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Bripda Febrianto Sinaga, yang sedang bertugas mengamankan pawai lilin menjelang Ramadan.
Febrianto yang saat itu sedang makan pecel lele di sekitar 50 meter dari tempat kejadian mendengar ledakan pertama. Febrianto bersama rekannya, Bripda Ricky Agung, pun menuju toilet umum terminal. "Saksi lalu mencium bau sangat menyengat dengan kepulan asap tebal putih," ucap Setyo.
Di sanalah, Febrianto dan Agung melihat empat orang tergeletak. Dua di antaranya Bripda Yoga dan Bripda Topan Tsunami. Ia berusaha mengevakuasi korban dengan menyetop kendaraan.
Seusai ledakan kedua inilah, Febrianto mencoba menyelamatkan diri lantaran merasakan sakit pada telinga karena tekanan udara pasca-ledakan. "Saksi panik lalu menyelamatkan diri dengan menjauh," tutur Setyo. Febrianto pun meminta diantar ke Markas Kepolisian Resor Jakarta Timur untuk melaporkan kejadian tersebut.
Pelaku pengeboman diduga tewas dalam kejadian itu. Sebanyak 15 orang menjadi korban ledakan, lima di antaranya anggota kepolisian. Tiga anggota Polri yang gugur akibat bom bunuh diri di Kampung Melayu pada Rabu malam, 24 Mei 2017, tersebut adalah Bripda Imam Gilang asal Klaten, Bripda Ridho Setiawan dari Lampung, dan Bripda Taufan asal Bekasi.