Sejumlah warga yang tergabung dalam Masyarakat Anti Hoax Yojomase (Yogyakarta, Magelang dan sekitarnya) mendeklarasikan gerakan masyarakat sipil stop perseberan berita hoax di titik nol kilometer, Yogyakarta, 22 Januari 2017. Aksi kampanye tersebut diakhiri dengan deklarasi anti hoax dan mengajak masyarakat bersama-sama memerangi persebaran informasi hoax. TEMPO/Pius Erlangga
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pers Indonesia menyatakan penyebaran hoax atau berita bohong di Indonesia sudah memasuki tahap serius. Berita bohong berkembang pesat saat penyelenggaraan pemilu.
"Di Indonesia, fake news masuk tahap serius," kata anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk “How fake(d) News and Social Media Filter Bubbles Impact the Role of Journalism in Society” di sela kegiatan World Press Freedom Day 2017 di Jakarta, Kamis, 4 Mei 2017.
Imam menuturkan berita bohong memiliki rentang yang sangat lebar. Dari yang satire untuk menyindir sampai yang dipublikasikan melalui berbagai kanal informasi. Menurut dia, awalnya masyarakat mencari kebenaran atas informasi bohong melalui media arus utama atau mainstream. Namun saat ini informasi bohong justru masuk ke dimensi lain di media sosial dan diadopsi begitu saja di media arus utama atau mainstream tanpa klarifikasi.
Akibatnya, kata Imam, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap media arus utama atau mainstream. "Di local election (pilkada), fake news tumbuh dengan sangat cepat. Ini juga ancaman terus-menerus bagi kita di Indonesia, setiap tahun kita berhadapan dengan berita bohong," tuturnya.
Dia menekankan, di Indonesia, berita bohong digali hingga ke isu-isu lain, termasuk isu sentimen agama. "Berita bohong sudah mengancam eksistensi pers sebagai pilar keempat demokrasi," ujar Imam.
Imam menyatakan saat ini Dewan Pers dan masyarakat pers Indonesia tidak dalam posisi ingin membuat peraturan baru mengenai berita bohong. Sebab, pemberitaan bohong bisa disikapi masyarakat dengan berpegang pada aturan-aturan yang ada.
"Contohnya, untuk melindungi kehormatan individu-individu yang terkena dampak berita bohong, di Indonesia sudah ada undang-undang yang melindungi itu," katanya. Yang terpenting, kata Imam, ada literasi media yang dilakukan dengan memberikan pendidikan kepada publik.