Hardiknas, Pemantau Pendidikan Indonesia Catat 7 Masalah Krusial

Reporter

Selasa, 2 Mei 2017 17:05 WIB

(Foto ilustrasi)Purwakarta Tampung Semua Siswa Baru di Sekolah NegeriPada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2015- 2016, ada pemberian jaminan oleh Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kepada calon siswa baru yang akan masuk sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama negeri. [TEMPO/STR/Budi Purwanto; BPW2014120108] (Komunika Online)

TEMPO.CO, Jakarta - Di Hari Pendidikan Nasional, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyampaikan bahwa masih ada celah dari agenda prioritas bidang pendidikan Presiden Joko Widodo selama masa kepemimpinannya. JPPI mencatat setidaknya ada tujuh masalah pendidikan yang harus segera diselesaikan.

“Tujuh hal tersebut harus diselesaikan oleh pemerintah demi mewujudkan nawacita bidang pendidikan,” ujar Koordinator Nasional JPPI, A. Ubaid Matraji, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 2 Mei 2017.

Baca: Hardiknas, Dirjen Dikti Sayangkan Mogok Kerja di UPN Yogyakarta

Pertama, JPPI menilai nasib program wajib belajar (wajar) 12 tahun ini masih di persimpangan jalan. Pasalnya, tidak-adanya payung hukum dalam pembahasannya. Padahal, JPPI telah mengikuti perbincangan soal realisasi wajar 12 tahun ini mengemuka sejak awal pemerintahan Jokowi hingga 2015.

Setelah itu, tidak ada lagi perbincangan dan langkah untuk mewujudkan hal tersebut sepanjang 2016-2017. Menurut JPPI seharusnya undang-undang sistem pendidikan nasional harus diamandemen, khususnya pasal terkait wajar sembilan tahun, diubah menjadi 12 tahun.

Kedua, JPPI masih mencatat adanya kenaikan angka putus sekolah dari sekolah menengah pertama (SMP) ke jenjang sekolah menengah atas (SMA). JPPI menilai masalah tersebut dipicu karena maraknya pungutan liar di SMA. Banyak sekolah di kabupaten atau kota yang dulu sudah gratis, tapi kini malah membolehkan sekolah untuk menarik iuran dan SPP.

“Alih wewenang pengelolaan jenjang sekolah menengah ini tidak menjawab kebutuhan wajar 12 tahun, tapi hanya peralihan wewenang yang justru menimbulkan masalah baru,” kata Ubaid.

Baca: Hardiknas, Kemendikbud Siap Lakukan Reformasi Pendidikan Nasional

Ketiga, JPPI mendesak pendidikan agama di sekolah untuk dievaluasi dan dibenahi. Berdasarkan penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakartapada 2016, sebagian besar guru agama Islam mendukung organisasi-organisasi yang memperjuangkan syariat Islam.

“Ini cara pandang yang berbahaya bagi keutuhan NKRI. Jika dibiarkan, benih-benih intoleran dan sikap keagamaan yang radikal akan tumbuh subur di sekolah,” kata Ubaid.

Keempat, Ubaid menilai pengakuan atas pendidikan pesantren dan madrasah (diniyah), kini perannya termarginalkan karena tidak sejalan dengan kurikulum nasional. Hal tersebut dinilai bisa menyuburkan kekerasan atas nama agama, suku, ras, dan benih-benih radikalisme. Sementara itu, pendidikan agama di sekolah tidaklah cukup memadai.

“Pendidikan agama tidak bisa dilakukan secara instan di sekolah. Jadi, sekolah perlu bersinergi dengan lembaga pesantren dan madrasah diniyah untuk memberikan pemahaman agama yang komprehensif (tafaqquh fiddin), yang bervisi rahmatan lil alamin,” kata Ubaid.

Baca: Hardiknas, Menteri Yohana Bicara Soal Peran Perempuan

Kelima, JPPI mendorong agar pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP) harus tepat sasaran dan tepat waktu. Menurut dia, angka putus sekolah didominasi oleh kedua kelompok miskin dan kebutuhan khusus. JPPI juga menilai pendistribusian bantuan masih dianggap lambat, tidak akurat, dan banyak ditemukan penyelewengan dana.

“Khusus untuk kelompok difabel, mereka terkendala susahnya menemukan sekolah inklusi. Akhirnya, mereka harus bersekolah dengan teman yang senasib, dan semakin menjadikannya tereksklusi dari realitas sosial,” ujar Ubaid.

Keenam, JPPI masih menemukan kekerasan dan pungutan liar di sekolah yang masih merajalela. Adapun modus kekerasan dinilai sudah sangat rumit untuk diurai. Adapun pelakunya disinyalir bisa dari berbagai komponen, seperti wali murid, guru, dan siswa. Mereka bisa menjadi korban atau pelaku sekaligus.

“Di sisi lain, fakta pungutan liar seakan tidak dapat dikendalikan, terutama terjadi di sekolah negeri yang harusnya bebas pungutan dan juga terjadi di jenjang sekolah menengah,” ujar Ubaid.

Terakhir, masih ada ketidaksesuaian (mismatch) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. JPPI mencatat ada lebih dari 7 juta angkatan kerja yang belum mempunyai pekerjaan.

Sementara itu, di saat yang sama, dunia usaha mengalami kesulitan untuk merekrut tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dan siap pakai. “Untuk itu, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum di sekolah juga harus mampu menjawab masalah ini,” ujar Ubaid.

LARISSA HUDA


Video Terkait:
Hardiknas, Belasan Tahun Jadi Guru Honorer Sucendi Harapkan Perubahan
Hardiknas, Koalisi Pendidikan Tagih Janji Gubernur Aher

Berita terkait

Terkini: Viral Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta Ini Tanggapan Bea Cukai, Kata Jokowi soal Pabrik Sepatu Bata yang Tutup

34 menit lalu

Terkini: Viral Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta Ini Tanggapan Bea Cukai, Kata Jokowi soal Pabrik Sepatu Bata yang Tutup

Bea Cukai menanggapi unggahan video Tiktok yang mengaku mengirim cokelat dari luar negeri senilai Rp 1 juta dan dikenakan bea masuk Rp 9 juta.

Baca Selengkapnya

Daftar 12 Laboratorium di Indonesia Digital Test House yang Diresmikan Jokowi Hari Ini

1 jam lalu

Daftar 12 Laboratorium di Indonesia Digital Test House yang Diresmikan Jokowi Hari Ini

Indonesia Digital Test House menjadi laboratorium uji perangkat digital terbesar di Asia Tenggara. Simak pesan peresmian Jokowi.

Baca Selengkapnya

Pabrik Bata di Purwakarta Ditutup, Ini Komentar dari Jokowi hingga Pj. Gubernur Jabar

1 jam lalu

Pabrik Bata di Purwakarta Ditutup, Ini Komentar dari Jokowi hingga Pj. Gubernur Jabar

Presiden Jokowi menilai tutupnya pabrik sepatu Bata karena pertimbangan efisiensi dan tidak menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia.

Baca Selengkapnya

Kisah Srikandi PLN Mengendalikan Listrik saat Presiden Joko Widodo ke NTB

2 jam lalu

Kisah Srikandi PLN Mengendalikan Listrik saat Presiden Joko Widodo ke NTB

PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Barat (UIW NTB) dalam komitmennya mendukung pengarusutamaan gender.

Baca Selengkapnya

Jokowi Kesal Indonesia Banjir Impor Perangkat Teknologi: Kenapa Kita Diam?

2 jam lalu

Jokowi Kesal Indonesia Banjir Impor Perangkat Teknologi: Kenapa Kita Diam?

Jokowi mengatakan CEO dari perusahaan teknologi global, yakni Tim Cook dari Apple dan Satya Nadela dari Microsoft telah bertemu dengan dia di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Jokowi Berkomentar hingga Asal-usul Nama Merek

3 jam lalu

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Jokowi Berkomentar hingga Asal-usul Nama Merek

Pabrik sepatu Bata tutup, Jokowi memaklumi usaha selalu ada kondisi naik turun

Baca Selengkapnya

Respons Gerindra, Jokowi, dan Gibran soal Isu Tambah Kementerian di Kabinet Prabowo

4 jam lalu

Respons Gerindra, Jokowi, dan Gibran soal Isu Tambah Kementerian di Kabinet Prabowo

Isu penambahan kementerian di Kabinet Prabowo mendapat respons dari Presiden Jokowi, Gibran, dan Partai Gerinda. Apa katanya?

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi Resmi Meluncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

4 jam lalu

Presiden Jokowi Resmi Meluncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Pendidikan Dokter Spesialis menjadi penting mengingat rasio dokter dibanding penduduk Indonesia sangat rendah, yakni 0,47 per 1.000 penduduk.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pesan Jokowi ke Bos Apple dan Microsoft hingga Kisruh Penutupan Pabrik Sepatu Bata

5 jam lalu

Terkini: Pesan Jokowi ke Bos Apple dan Microsoft hingga Kisruh Penutupan Pabrik Sepatu Bata

Berita terkini ekonomi dan bisnis pada Selasa siang, 7 Mei 2024, dimulai dari pesan Presiden Jokowi saat bertemu dengan bos Apple dan Microsoft.

Baca Selengkapnya

Fenomena Pabrik Tutup sejak Awal Tahun, Jokowi: Mungkin Efisiensi, Kalah Bersaing..

6 jam lalu

Fenomena Pabrik Tutup sejak Awal Tahun, Jokowi: Mungkin Efisiensi, Kalah Bersaing..

"Karena mungkin efisiensi, karena kalah bersaing dengan barang-barang baru. Banyak hal," kata Jokowi soal fenomena pabrik tutup.

Baca Selengkapnya