Pengacara Elza Syarief (tengah) berada di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 5 April 2017. Elza Syarief diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi KTP Elektronik (e-KTP) dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa sejumlah saksi dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) seperti pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, pendalaman terhadap penjelasan teknis diperlukan di samping soal anggaran.
"Kami tentu membutuhkan keterangan dari pihak-pihak yang memang mengerjakan secara teknis atau memahami persoalan teknis tersebut," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 6 April 2017.
Dalam pemeriksaan, kata Febri, sebenarnya penyidik ingin menggali secara ideal konsep e-KTP. "Itu seperti apa dan itu akan kita dalami lebih lanjut nanti," kata dia. Selama proses persidangan, uraian pembuktian masih pada fase pengadaan dan perencanaan anggaran.
Menurut Febri, KPK sudah meminta adanya perhitungan dari BPKP DKI Jakarta untuk menghitung indikasi marginal up atau yang berujung pada kerugian keuangan negara. "Dalam melakukan perhitungan atau audit tersebut BPKP juga dibantu tim-tim teknis yang memahami secara detail soal e-KTP."
Sebelumnya, KPK memanggil saksi-saksi yang pernah dihadirkan dalam sidang e-KTP. "Salah satu yang dipanggil penyidik KPK adalah dosen tetap ITB Munawar Ahmad," ujar Febri. KPK juga memanggil sejumlah PNS, beberapa dari mereka, yang ikut disebut Jaksa KPK dalam sidang e-KTP. Mereka adalah pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dwidharma Priyasta, Gembong Satrio Wibowanto, Tri Sampurno, dan Husni Fahmi, serta PNS Kementerian Dalam Negeri, FX Garmaya Sabarling.