Sejumlah wanita Hindu membawa sesajen saat persembahyangan Hari Raya Galungan di Pura Dalem Kengetan, Ubud, Bali, 5 April 2017. Umat Hindu di Bali memaknai Hari Raya Galungan sebagai hari kemenangan kebenaran (Dharma) atas kejahatan (Adharma) yang dirayakan dengan persembahyangan di tiap-tiap Pura. ANTARA FOTO
TEMPO.CO,Denpasar – Umat Hindu Dharma di Bali, Rabu, 5 April 2017, merayakan Hari Suci Galungan, yang merupakan hari kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (keburukan), dengan khidmat dan sederhana tapi tetap semarak.
Para wanita dengan mengenakan busana adat Bali menjunjung sesajen (sesaji) didampingi suami atau putra-putrinya untuk pergi ke Pura atau tempat suci keluarga guna bersembahyang.
Suasana Kota Denpasar dan daerah lain di Bali, baik perkotaan maupun perdesaan, cukup semarak, karena sepanjang jalan dihiasi penjor sebagai lambang kemakmuran.
Penjor adalah hiasan dari batang bambu dan janur yang dipasang di depan rumah keluarga masing-masing pada Hari Suci Galungan itu. Menurut mereka, penjor ibarat orang yang sudah meraih pencapaian tinggi tapi tetap mau menunduk (melihat ke bawah).
Jalan-jalan raya tampak sepi dan lengang karena seluruh perkantoran instansi pemerintah dan swasta di Bali menjalani libur lokal (fakultatif) selama tiga hari berturut-turut (4-6 April 2017) untuk memberikan kesempatan kepada karyawan-karyawati yang beragama Hindu melaksanakan rangkaian kegiatan ritual tersebut.
Demikian pula seluruh jenjang pendidikan di Bali tidak melakukan aktivitas proses belajar-mengajar untuk menghormati Galungan yang jatuh setiap 210 hari sekali.
Hari Raya Galungan pada 5 April ini akan disusul Hari Raya Kuningan 10 hari kemudian, tepatnya 15 April 2017, juga bermakna menegakkan kebenaran dan momentum meningkatkan kualitas serta memotivasi diri agar selalu hidup dalam ketekunan bekerja, tanpa melupakan keselamatan diri maupun lingkungan.