Tersangka korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong keluar seusai pemeriksaan di KPK, 24 Maret 2017. Tempo/Danang F.
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI), Isnu Edhi Wijaya, terkait dengan kasus e-KTP. Ia dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AA," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta, Jumat, 31 Maret 2017.
Berdasarkan pantauan Tempo, Isnu yang mengenakan kemeja biru menunggu di ruang tunggu lobi gedung KPK. Selain memeriksa Isnu, penyidik KPK memanggil Kepala Seksi Biodata NIK dan Kartu Keluarga Direktorat Pendaftaran Penduduk Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Diah Anggraeni untuk tersangka Andi.
KPK resmi menetapkan Andi sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 pada 23 Maret 2017.
Andi diduga bersama-sama dengan terdakwa kasus e-KTP lain, Irman dan Sugiharto, melakukan korupsi proyek ituyang merugikan negara hingga Rp Rp 2,3 triliun dari total proyek Rp 5,9 triliun. Andi diduga berperan aktif dalam proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP.
Andi selaku pihak swasta mengadakan pertemuan dengan Irman, Sugiharto, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan pejabat Kementerian Dalam Negeri terkait dengan pembahasan proses penganggaran proyek e-KTP.
Andi juga banyak melakukan hal untuk meloloskan proyek e-KTP. Di antaranya berkaitan dengan aliran dana yang jatuh kepada sejumlah pihak di Badan Anggaran DPR, anggota Komisi II DPR, dan pejabat Kementerian Dalam Negeri serta terkait dengan aliran dana kepada sejumlah panitia pengadaan. Tak hanya itu, Andi juga merancang dan mengkoordinasi sebuah tim di Fatmawati, Jakarta Selatan, untuk kepentingan pemenangan tender pengadaan e-KTP.
Karena itu, Andi dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.