Komnas PA Buka Data Mengejutkan Soal Maraknya Geng Pemerkosaan
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Kamis, 30 Maret 2017 15:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) mengatakan kasus geng rape, atau kasus kekerasan seksual yang dilakukan bergerombol, semakin marak terjadi sejak 2015. Komnas PA menyebutkan, pada 2015, terdapat 44 kasus geng rape dengan sembilan korban meninggal dunia. Pada 2016, sebanyak 82 kasus dengan sebelas korban meninggal. Lalu, pada 2017, laporan kasus sudah mencapai angka 26 dengan tiga korban meninggal.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan sebanyak 16 persen pelaku gang rape berusia 14 tahun. "Pemicunya antara lain narkoba, minuman keras, pornografi, dan pornoaksi," kata Arist Merdeka Sirait melalui siaran pers, Rabu, 29 Maret 2017.
Arist juga menyoroti lemahnya penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual. Apalagi terhadap pelaku anak karena hukuman bagi mereka tidak bisa lebih dari 10 tahun.
Baca: Kasus Loly Candys, Aktivis Tolak Sebut Pelaku dengan Pedofil
Komnas PA mendorong majelis hakim yang menyidangkan kasus kekerasan seksual untuk menggunakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam aturan tersebut, diatur pidana pokok bagi pelaku kekerasan seksual anak minimal 10 tahun plus kebiri dan hukuman lainnya.
Arist menambahkan, Indonesia bak surga pedofilia saat ini, seperti pada kasus pedofilia di Bali, Jakarta, dan Lombok. "Kami mengimbau ibu-ibu untuk tidak mudah mengekspos foto anak karena bisa jadi bahan pelaku pedofilia," ucapnya.
Dia menilai Indonesia masih permisif lantaran kekerasan seksual dimaknai kalau ada penetrasi. Namun, "Bagi pedofil, melihat foto anak kecil saja sudah bisa memuaskan kebutuhan mereka," kata Arist.
Baca: Lembaga Anak Apresiasi Laporan Kasus Anak yang Tinggi
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, butuh kerja sama dari berbagai pihak dalam menghadapi kekerasan seksual anak. Dalam hal ini, semua pihak harus saling menguatkan. Dengan demikian, tidak banyak lagi anak Indonesia yang menjadi korban kekerasan seksual.
LPSK menyatakan siap bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Komnas PA. Abdul mengatakan LPSK bertugas memberikan layanan dan bantuan yang dibutuhkan korban kekerasan seksual. "Seperti bantuan medis, psikologis, dan psikososial," ujarnya.
Selain itu, Abdul mengingatkan aparat penegak hukum untuk bersungguh-sungguh dalam menanggapi dan menangani kasus kekerasan seksual anak. Sebab, banyak pelapor kasus kekerasan seksual justru terintimidasi. Kondisi demikian akhirnya membuat korban kekerasan seksual menjadi takut untuk melapor.
Baca: Hakim: Penegakan Hukum pada Anak Hanya Obat Sementara
Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menambahkan, kasus-kasus kekerasan seksual yang pelakunya bersangkut paut dengan militer atau kepolisian sangat sulit bagi kejaksaan untuk menaikkannya ke persidangan. "Ada kasus di mana berkasnya bolak-balik antara polda dan kejaksaan negeri karena pelakunya adalah keluarga sendiri. Ini yang harus menjadi perhatian," tuturnya.
ANTARA