Kasus Suap Pajak, Rajamohanan Akui 5 Kali Temui Handang Soekarno

Reporter

Editor

Pruwanto

Senin, 27 Maret 2017 20:51 WIB

Terdakwa Presiden Direktur PT EK Prima Eksport Ramapanicker Rajamohanan Nair menjalani sidang kasus suap Ditjen Pajak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat. Senin, 27 Maret 2017. TEMPO/Caesar Akbar

TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair mengaku panik dengan tagihan pajaknya sehingga lima kali ia bertemu dengan Handang Soekarno, Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Dikretorat Jenderal Pajak. Handang dia anggap mampu membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi perusahaannya itu.

“Kami bawa file komplit, kami ceritakan dan kasih bukti ada masalah (yang melilit PT EKP),” kata Rajamohanan soal pertemuan pertamnya dengan Handang yang diungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 27 Maret 2017.

Baca: Sidang Suap Pajak KPK Dalami Peran Ipar Jokowi

Rajamohanan menuturkan pertemuan pertama itu terjadi pada 6 Oktober 2016. Ia ketika itu bercerita ke Handang mengenai tagihan pajak yang diterima oleh perusahaannya. Surat Tagihan Pajak (STP) yang dibuat oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv itu dikeluarkan pada 6 September 2016. Tagihan pajak itu meliputi pokok tagihan dan bunga.

Melihat tagihan pajak untuk tahun 2014-2015 sebesar Rp 78 miliar itu, Rajamohanan mengaku sangat panik. Tagihan itu memberi dirinya dan perusahaannya tenggat waktu melunasi selama 30 hari.

Pada pertemuan awal itu, kata Rajamohanan, Handang bersedia mempelajari masalah yang tengah mejerat PT EKP. “Beliau bilang, saya akan pelajari,” kata dia. Handang, kata dia, berjanji menyelesaikan persoalan pajak PT EKP, secepatnya.

Baca: Kasus Suap Pajak, KPK Dalami Kewenangan Handang

Menurut Rajamohanan, Handang meminta sejumlah komitmen fee. Nilainya dihitung 10 persen dari tagihan pokok pajak yakni Rp 52 miliar. Sanksi pajak ini sebesar Rp 1 miliar. Total komitmen fee itu mereka sepakati dibulatkan dari sekitar Rp 6,2 miliar menjadi Rp 6 miliar.

Rajamohanan kemudian memberikan uang kepada Handang secara bertahap. Kesepakatan lain, setoran pertama Rp 1,9 miliar dari total Rp 6 miliar. Ia memberikan duit setoran itu menggunakan uang perusahaan. Duit itupula yang diduga dikucurkan untuk Handang dan Haniv.

Baca: Handang Diduga Minta Rp 3,5 Miliar untuk Putihkan Tunggakan

Sekitar sebulan kemudian, Surat Tagihan Pajak (STP) PT EKP dibatalkan pada 2 November dan 3 November 2016. Surat pembatalan STP tertanggal 2 November untuk pajak 2014, satu surat lainnya untuk pajak PT EKP tahun 2015. Kedua surat itu diterima Rajamohanan pada 7 November 2016.

Dalam persidangan, Rajamohanan mengaku salah telah memberikan duit kepada Handang. Terdakwa kasus suap ke pejabat Direktorat Jenderal Pajak ini mengatakan ia memberikan duit untuk memudahkan perusahaannya yang tengah mengadapi sejumlah masalah pajak. "Saya tahu, salah,” kata dia

Baca: Kasus Suap Pajak KPK Bidik Pejabat Selain Handang Soekarno

DANANG FIRMANTO

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

9 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

12 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

19 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya