Pembahasan RUU Terorisme di Pansus DPR Mulai Alot, Ada Apa?
Editor
Dwi Arjanto
Jumat, 24 Maret 2017 21:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Khusus DPR dalam RUU Terorisme kembali membahas revisi Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Rabu dan Kamis, 22-23 Maret 2017. Berbeda dengan biasanya, pembahasan kali ini dilakukan secara terbuka.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, pembahasan selama dua hari itu berlangsung cukup krusial dan alot. Adapun pembahasannya sendiri telah membahas mengenai jenis tindakan pidana terorisme.
Baca : Polisi: Terduga Teroris Abu Ridho Adalah Pemimpin Jaringan Sel Banten
"Sebagian besar pasal-pasal ini telah disetujui, namun untuk pengertian dan istilah tertentu, Pansus meminta agar perlu penyusunan dalam bagian penjelasan pasal-pasal tersebut," ujar Supriyadi, melalui keterangan tertulisnya, Jumat, 24 Maret 2017.
Supriyadi menambahkan, ICJR sepakat dengan adanya penjelasan atas pasal-pasal tindak pidana terorisme yang akan dibuat, agar memberikan kepastian hukum. Selain itu, memasukkan pengertian pengertian atas istilah-istilah seperti korporasi terorisme, kegiatan korporasi, paramiliter dan pelatihan dapat memperkuat serta mengurangi penafsiran yang terlalu luas bagi penerapan pasal-pasal tindak pidana terorisme.
"ICJR sepakat dengan usulan penambahan penjelasan bagi pasal-pasal, hal ini agar rumusan pasal-pasal tindak pidana terorisme menjadi lebih presisi dan pasti," ujarnya.
Supriyadi juga menjabarkan sejumlah pasal yang dibahas oleh Pansus, yakni pasal 6, pasal 10A, pasal 12A dan pasal 12B. Dalam perubahan Pasal 6 RUU Terorisme, pemerintah mengusulkan rumusan baru yang memperbaiki rumusan lama.
Simak : Terduga Teroris Ini Disebut Beli Senjata untuk Pelaku Bom Thamrin
Sedangkan Pasal 10A dan 12A dan B merupakan pasal-pasal tindak pidana baru. Pasal 10A mengkriminalkan perbuatan yang terkait dengan bahan peledak, senjata kimia dan lain-lain untuk tindak pidana terorisme.
Pasal 12A mengkriminalkan perbuatan mengadakan hubungan dengan setiap orang yang berada di dalam negeri dan/atau di luar negeri atau negara asing yang akan melakukan tindak pidana terorisme di Indonesia atau di negara lain.
Sementara, Pasal 12B mengkriminalkan perbuatan terkait menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan tindak pidana terorisme, atau merekrut, menampung, atau mengirim orang untuk mengikuti pelatihan.
INGE KLARA SAFITRI
Baca juga : Fadli Zon Usul Esemka untuk Presiden, Luhut: Kamu Aja yang Naik