TEMPO Interaktif, Klaten:Panjangnya mata rantai birokrasi menjadi penyebab lambannya pencairan dana perbaikan rumah korban gempa di Klaten. Pemerintah mensyaratkan pembentukan lembaga baru sebagai penerima bantuan. Lembaga itu nantinya menjadi penanggung jawab operasional kegiatan di tingkat kecamatan. Sedangkan pemerintah daerah juga harus merampungkan pembentukan kelompok swadaya masyarakat perumahan tingkat desa."Mekanismenya memang panjang. Ini yang membuat pencairan dana menjadi lama dan warga tidak sabar,” kata Bambang Agustiono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Klaten, kemarin.Menurutnya, model pencairan dana rekonstruksi di Jawa Tengah dengan Yogyakarta berbeda. Di Jawa Tengah dana bantuan dibagi rata. “Tenaga konsultan manajemen di Jawa Tengah tidak ditunjuk, melainkan dilelang," katanya.Pembentukan kelompok swadaya masyarakat, kata dia, terdiri 10-15 orang yang ditargetkan selesai pada 11 Oktober. “Dana bantuan bagi warga korban gempa yang rumahnya tidak layak huni akan ditansfer melalui rekening kelompok swadaya," ujarnya. Jika pembentukan kelompok kelar sesuai rencana, pada minggu kedua November dana sudah bisa dicairkan. Pada saat itu tim pendamping juga sudah terbentuk. “Tapi sampai sekarang kami belum tahu siapa yang menjadi konsultan manajemen atau tim pendamping itu,” katanya.Wakil Ketua DPR Anang Widayaka mengatakan, sebenarnya di masyarakat sudah ada kelompok swadaya seperti Dasawisma. Namun, kelompok ini dilarang menyalurkan bantuan rekonstruksi. "Padahal membentuk lembaga baru membutuhkan proses panjang," kata Anang. Anang menilai, penyaluran dana oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah terkesan sangat hati-hati. Kondisi ini, menurut dia, diperparah cara kerja pemerintah pusat uang tidak konsisten. "Misalnya dana Rp 441 miliar untuk Kabupaetn Klaten yang katanya sudah di tangan bupati, ternyata dana belum turun," ungkap Anang. Imron Rosyid