Pencucian Uang, Ketua PPATK: Sudah Jelas di Undang-Undang
Editor
Dian Andryanto
Jumat, 24 Februari 2017 07:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badarudin mengatakan syarat seseorang dianggap bersalah dalam kasus tindak pidana pencucian uang sudah jelas di undang-undang. Utamanya di dalam Pasal 3, 4, 5, dan 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
"Sudah diatur jelas dalam undang-undang, Pasal 3 dan 4 jika pelakunya aktif, dan Pasal 5 jika pelakunya pasif," kata Kiagus kepada Tempo saat dihubungi, Kamis, 23 Februari 2017.
Baca juga:
Pengacara Sebut Kasus Pencucian Uang GNPF MUI Pesanan
GNPF-MUI: Transfer ke Turki untuk Bantuan Kemanusiaan
Kiagus menuturkan itulah syarat-syarat jika seseorang dinyatakan bersalah dalam tindak pidana pencucian uang. Namun dalam Pasal 6 juga diatur jika pelaku TPPU merupakan korporasi dan bukan perseorangan. "Dalam hal pelaku korporasi, dapat dikenakan Pasal 6," katanya.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan ada dugaan pencucian uang dan penggelapan dana Yayasan Peduli Keadilan. Diduga masalah ini melibatkan Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir. Salah satu dugaannya adalah adanya pengiriman uang ke Turki.
Tito mengungkapkan hal ini menjadi perhatian PPATK. Dari situlah terdeteksi aliran uang, termasuk pengiriman duit ke Turki oleh Ketua GNPF-MUI.
Baca pula: Wali Kota Madiun Tersangka Pencucian Uang, Kasus Lain ...
Ketika ditanyakan tentang ini, Kiagus enggan menjelaskan hal tersebut. Kiagus menjelaskan PPATK adalah lembaga financial intelligent unit. Karena itu, dia tak bisa menjelaskan lebih rinci apa saja yang dilakukan pihaknya. "Kami tak bisa menjelaskan apa yang kami lakukan kepada seseorang, kelompok, dan korporasi," ujarnya.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 memang ditujukan bagi orang yang aktif, dalam artian dia harus menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, juga menukarkan dengan mata uang atau surat berharga dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
Sementara Pasal 4 berbunyi bagi mereka yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan. Pasal 5 lebih kepada si penerima dari harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana.
DIKO OKTARA
Simak:
Ma'ruf Amin MUI: Saya Tolak Menemui Keduanya, Ahok dan Anies
Presiden Jokowi Peringatkan Freeport