Kapolri: 4 Terduga Pembunuh Kim Jong-nam Sempat ke Indonesia
Editor
Kodrat setiawan
Rabu, 22 Februari 2017 15:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Polri Jenderal M. Tito Karnavian mengatakan data-data terduga pembunuh Kim Jong-nam, saudara tiri Presiden Korea Utara Kim Jong-un, telah dicocokkan antara data yang tercatat di Malaysia dan catatan Indonesia. Pasalnya, mereka yang merupakan warga negara Korea Utara diduga sempat ke Indonesia setelah Kim Jong-nam tewas.
Baca juga: Pembunuhan Kim Jong-nam, Kaus Bertulisan LOL Jadi Populer
Kim Jong-nam tewas dibunuh di Bandara Internasional Kuala Lumpur 2 saat hendak pergi ke rumahnya di Macau, pada Senin, 13 Februari 2017. Ia dibunuh dengan racun saat sedang menunggu keberangkatan pesawat. Jong-nam kemudian terjatuh dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit tak lebih dari lima detik.
Tito membenarkan bahwa para terduga pembunuhan, yang merupakan warga Korea Utara, sempat ke Indonesia. “Kami juga ada fotonya pada waktu masuk di Bandara Soekarno-Hatta tanggal 13 itu, juga menggunakan paspor Korea Utara,” kata Tito di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2017.
Menurut Tito, setelah itu mereka keluar dari Indonesia. “Tapi saya enggak akan kasih tahu ke mana mereka keluarnya karena itu kan masih kita koordinasi dengan jaringan Interpol,” ujarnya.
Tito belum mendapat informasi mengenai tempat atau markas mereka di Jakarta. Menurut Tito, warga Indonesia yang menjadi tersangka, Siti Aisyah, dan tersangka yang juga warga negara Vietnam itu direkrut di Kuala Lumpur.
Baca juga: Kim Jong-nam Suka ‘Gandeng’ Wanita dan Kehidupan Malam?
Saat ditanya bahwa polisi Malaysia tidak percaya Aisyah dikerjai, Tito menjawab kepolisian Malaysia berhak mendalami kasus itu. “Ya enggak apa-apa, silakan didalami saja, teman-teman dari kepolisian Malaysia kan punya hak untuk itu,” ucapnya.
Tito mengatakan pihaknya tetap akan mendalami benar-tidaknya soal keterlibatan Aisyah ini. Dia menyatakan Polri akan memberikan perlindungan kepada warga negara.
”Kalau dia memang tidak salah, tidak boleh dipaksakan,” ujarnya. “Kami membangun komunikasi dengan kepolisian sana, prinsipnya kalau warga negara tidak salah jangan dipaksa-paksain. Tapi, kalau memang terbukti bersalah dan fakta-faktanya jelas, ya, diproses hukum sesuai dengan sistem hukum yang ada di situ.”
REZKI ALVIONITASARI