Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) Sukma Violetta bersama anggota (dari kiri) Achmad Sodiki, Anwar Usman dan As'ad Said Ali, dalam sidang pembacaan putusan hasil penelusuran dugaan pelanggaran etik berat yang dilakukan hakim MK Patrialis Akbar, di Mahkamah Konstitusi, 6 Februari 2017. MKMK memutuskan memberhentikan sementara Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi yang terjaring OTT KPK terkait dugaan menerima suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi kembali menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim MK, Patrialis Akbar, Senin, 13 Februari 2017. Pemeriksaan ini merupakan yang kedua kali dilakukan Majelis Kehormatan MK di KPK.
"Kami ke KPK melakukan koordinasi untuk melengkapi bukti-bukti bagi kami sebelum membuat putusan akhir dalam perkara dugaan pelanggaran berat yang dilakukan hakim terduga," ucap Ketua Majelis Kehormatan MK Sukma Violetta di KPK, Senin.
Sukma mengatakan ada banyak informasi tambahan yang mereka butuhkan dalam pemeriksaan kali ini. Namun Sukma enggan menyebutkan siapa saja yang diperiksa Majelis Kehormatan hari ini. "Kami belum bisa mengatakan berapa saksi yang diperiksa. Nanti lihat saja dalam putusan yang akan kami sebutkan saksi-saksinya," ujarnya.
Sukma menjelaskan, dia masih belum tahu kapan putusan dugaan pelanggaran etik Patrialis akan ditetapkan. Ia berharap, dalam waktu dekat, musyawarah segera dilakukan.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menuturkan Majelis Kehormatan tak perlu lagi datang untuk menyempurnakan berkas pemeriksaan etik. Menurut dia, Majelis Kehormatan bisa meminta informasi yang dibutuhkan tanpa harus datang kembali ke KPK.
"Kalaupun nanti ada satu-dua (kurang informasi) atau mungkin enggak lengkap, bisa menghubungi kami. Kami bisa memberikan informasi. Ya, secara informal, enggak perlu lagi datang," ucap Laode.
Laode mengatakan informasi yang diberikan KPK kepada Majelis Kehormatan dirasa cukup untuk menentukan sikap terhadap Patrialis. "Menurut keterangan dari Bu Sukma dan Pak Anwar, untuk sementara kelihatannya cukup," ujarnya.
Patrialis ditangkap KPK karena diduga menerima suap dari Basuki Hariman, pengusaha daging impor, terkait dengan uji materiil Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Agar mengabulkan sebagian gugatan, Patrialis diduga dijanjikan duit Sin$ 200 ribu oleh Basuki.