Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Luar Negeri L.P. Retno Marsudi (tengah) berbincang dengan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Perancis untuk Indonesia Jean-Charles Berthonnet usai penyerahan surat-surat kepercayaan di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, 12 Januari 2017. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan kunjungan Presiden Joko Widodo ke Australia tak akan jauh dari pembahasan diplomatik.
“Agenda presiden kan pasti mengenai upaya untuk memperkuat bilateral,” ujar Retno saat menyambangi Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat, Senin, 13 Februari 2017.
Dia menegaskan Australia adalah salah satu mitra penting bagi Indonesia di kawasan Asia dalam hal perdagangan, investasi, ataupun pariwisata. “Jumlah turis Australia yang masuk ke Indonesia sudah lebih dari satu juta orang,” kata dia.
Pengembangan destinasi wisata pun, menurut Retno, dilakukan pemerintah RI untuk menarik lebih banyak wisatawan Australia yang kini masih terkonsentrasi di Bali.
Ada pula rencana pembicaraan kerja sama bidang pendidikan di antara kedua negara. “Kerja sama people to people contact juga sedang dibicarakan. Kita kuat di kerja sama bidang pendidikan,” ucap Retno.
Retno berujar bahwa Indonesia dilirik sebagai destinasi favorit pelajar Australia.
”Australia itu memiliki New Colombo Plan, program beasiswa yang mengirim pelajar-pelajar Australia ke Asia. Kita cermati Indonesia jadi destinasi favorit,” tuturnya.
Menkopolhukam Wiranto sebelumnya menyebut kunjungan Jokowi akan dilakukan pada 26 Februari mendatang. “Tanggal 26 bulan ini (Presiden) ke Australia untuk bertemu Perdana Menteri Australia. Itu menandakan hubungan antara Indonesia dan Australia tidak goyah,” kata Wiranto dalam acara Coffee Morning di kantornya, 8 Februari 2017.
Dia membenarkan bahwa hubungan Indonesia-Australia sempat pasang surut. Namun hal itu tak mengurangi intensitas kerja sama kedua negara. “Apakah (soal) ekonomi, keamanan regional dan global, atau kepentingan lain yang kira-kira bermanfaat bagi dua negara.”