Soal Aturan Berita Bohong di RUU KUHP, Ini Kata Dewan Pers  

Reporter

Selasa, 7 Februari 2017 00:59 WIB

Yosep Stanley Adi Setyo dari Dewan Pers, memberikan pemaparan dalam acara diskusi ruang tengah yang membahas "Etika di Belakang Kamera : Benarkah Cover Majalah Tempo Melanggar Kode Etik" di kantor TEMPO, Jakarta, 21 Januari 2016. TEMPO/Fajar Januarta

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo mengatakan polisi bisa memproses secara pidana media yang menerbitkan berita bohong. Syaratnya, penyelidik harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers.

Hal ini disampaikan saat rapat dengan panitia kerja pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Pers mengusulkan agar Pasal 771 dan 772 di Bagian Ketiga Tindak Pidana Penerbitan dan Pencetakan diubah dan dibuat hanya berlaku bagi non-pers.

Dewan Pers mengusulkan agar dalam pasal-pasal itu dimasukkan kalimat “yang bukan produk jurnalistik”. Sehingga Pasal 771 akan berbunyi, "Setiap orang yang menerbitkan tulisan atau gambar yang bukan produk jurnalistik yang menurut sifatnya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II".

Baca: Dewan Pers: 2 Tahun ke Depan Semua Media Terverifikasi

Adapun Pasal 772 akan menjadi "Setiap orang yang mencetak tulisan atau gambar yang bukan produk jurnalistik yang menurut sifatnya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II".

"Dengan pengecualian yang kami usulkan itu, penyelidik mau enggak mau harus berkoordinasi dengan Dewan Pers," kata Stanley di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 6 Februari 2017.

Menurut dia, Dewan Pers akan menilai apakah tulisan atau gambar itu merupakan produk jurnalistik atau bukan.

Adapun cara penilaiannya dengan melihat apakah media yang memberitakan itu sudah terverifikasi atau tidak oleh Dewan Pers. "Minimal terdaftar-lah," ujar Stanley.

Kemudian Dewan Pers akan mengecek apakah konten dari tulisan atau gambar ini melanggar kode etik jurnalistik atau tidak.

Selain itu, bila diperlukan, Dewan Pers akan memanggil pihak teradu dan meminta penjelasan kenapa dia membuat berita palsu. "Nanti ketahuan. Kalau kesimpulannya ada niat jahat, akan kami serahkan ke polisi," ujarnya.

Stanley berpendapat, bila dalam Pasal 771 dan 772 tidak diberi pengecualian, bisa dijadikan alat oleh kepolisian untuk menangkap jurnalis. "Sebab, polisi tidak menggunakan Undang-Undang Pers, tapi prosesnya memakai Undang-Undang KUHP. Mati kutu nanti," katanya.

Selain itu, Dewan Pers mengusulkan agar dimasukkan aturan mengenai kewajiban media memuat hak jawab dan sebagainya. "Bila tidak dilakukan, dapat dipidana denda Rp 500 juta sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang tentang Pers," kata Stanley.

AHMAD FAIZ

Berita terkait

Dewan Pers Minta Kampus Taati Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

6 jam lalu

Dewan Pers Minta Kampus Taati Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

Sengketa jurnalistik pers mahasiswa kini ditangani oleh Dewan Pers. Kampus diminta taati kerja sama penguatan dan perlindungan pers mahasiswa.

Baca Selengkapnya

Perkuat Kredibilitas Media Digital, AMSI dan RSF Luncurkan Journalism Trust Initiative

10 jam lalu

Perkuat Kredibilitas Media Digital, AMSI dan RSF Luncurkan Journalism Trust Initiative

AMSI dan RSF meluncurkan program sertifikasi media bertajuk Journalism Trust Initiative di Indonesia untuk memperkuat kredibilitas media digital.

Baca Selengkapnya

AirNav Indonesia Pastikan Kabar Pesawat Jatuh di Perairan Bengga NTT Hoax

5 hari lalu

AirNav Indonesia Pastikan Kabar Pesawat Jatuh di Perairan Bengga NTT Hoax

AirNav Indonesia memastikan kabar adanya pesawat terbang rendah yang jatuh di perairan Bengga Nagekeo yang tersebar luas adalah tidak benar alias hoax

Baca Selengkapnya

Video Viral Penangkapan Paksa Istri Anggota TNI yang Laporkan Suami Selingkuh, Polda Bali: Hoax

12 hari lalu

Video Viral Penangkapan Paksa Istri Anggota TNI yang Laporkan Suami Selingkuh, Polda Bali: Hoax

Polda Bali buka suara perihal penangkapan paksa istri anggota TNI yang mempunyai anak usia 1,5 tahun dan menyusui di sel tahanan.

Baca Selengkapnya

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

14 hari lalu

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

Isu penanganan sampah kembali mencuat di tengah perayaan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Sebagian di antaranya berupa sampah plastik.

Baca Selengkapnya

Kronologi Penganiayaan Jurnalis Sukandi Ali oleh Prajurit TNI AL di Halmahera Selatan

16 hari lalu

Kronologi Penganiayaan Jurnalis Sukandi Ali oleh Prajurit TNI AL di Halmahera Selatan

Baru-baru ini terjadi penganiayaan jurnalis Sukandi Ali oleh 3 prajurit TNI AL di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Begini kejadiannya.

Baca Selengkapnya

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

21 hari lalu

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

24 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

Dewan Pers dan Kemendikbudristek Teken Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

24 hari lalu

Dewan Pers dan Kemendikbudristek Teken Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

Dengan perjanjian kerja sama ini, semua sengketa pemberitaan pers mahasiswa akan ditangani seperti layaknya pers umum, yaitu melalui Dewan Pers.

Baca Selengkapnya

Tempo Sebut Bahlil Sebarkan Misinformasi Putusan Dewan Pers

25 hari lalu

Tempo Sebut Bahlil Sebarkan Misinformasi Putusan Dewan Pers

Dewan Pers menilai substansi liputan Tempo tentang permainan pencabutan Izin Usaha pertambangan (IUP) tak melanggar etik.

Baca Selengkapnya