Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal M. Iriawan bersama Pangdam Jaya Mayor Jenderal Teddy bertemu Ketua MUI Ma'ruf Amin di kediaman Ma'ruf di Koja, Jakarta Utara, 1 februari 2017. ISTIMEWA
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota tim advokasi GNPF MUI (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia) Kapitra Ampera menilai kedatangan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan ke kediaman Ketua MUI Ma'ruf Amin berlebihan. Pada Rabu malam, 1 Februari 2017, Luhut mendatangi Ma'ruf bersama Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal M. Iriawan dan Pangdam Jaya Mayor Jenderal Teddy Laksamana.
"Bukan Ahok yang datang, tapi negara. Pakai baju dinas yang jelas-jelas itu dari uang rakyat," kata Kapitra, dalam diskusi publik "Akankah Ahok Dipenjara?" di gedung Pengurus Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Kamis, 2 Februari 2017.
Kapitra mengatakan ucapan Ahok pada Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin pada Selasa, 31 Januari 2017, adalah penistaan pada ulama. Anehnya, dampak dari pelecehan itu seolah difasilitasi negara dengan kedatangan ketiga pejabat negara itu. "Kalau dia yang menista, dia difasilitasi. Datang Kapolda, Pangdam, Menko Maritim. Apa urusannya Menko Maritim datang?" kata Kapitra.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan mengatakan kuasa hukum Ahok telah memperlakukan Ma'ruf Amin secara tidak manusiawi. Ma'ruf diperlakukan seolah sebagai terdakwa, bukan saksi. "Beliau ditanya dengan pertanyaan yang tidak relevan dengan substansi perkara," kata Amirsyah.
Apalagi, Amirsyah melanjutkan, kesaksian yang diberikan Ma'ruf berlangsung hampir tujuh jam. "Kami minta pengadilan untuk menegakan kode etik dalam persidangan," kata Amirsyah.