Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan sahabat Munir melakukan aksi Kamisan dalam rangka memperingati 12 tahun kematian aktivis HAM Munir Said Thalib di alun-alun Kota Batu, Jawa Timur, 8 September 2016. Mereka menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan Munir dan kasus pelanggaran HAM lainnya. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menggelar pertemuan dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk membahas perkembangan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu. Meski tak diutamakan dalam pertemuan itu, rencana pemerintah membentuk Dewan Kerukunan Nasional (DKN) sempat diungkit.
"Agenda utamanya (pertemuan) soal pelanggaran HAM berat masa lalu, cuma yang selalu dikaitkan akhir-akhir ini kan soal DKN," kata Komisioner Komnas HAM Nur Kholis di depan kantor Wiranto, Jakarta, Senin, 30 Januari 2017. Dalam pertemuan itu, hadir Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat bersama sejumlah komisioner lain, seperti Roichatul Aswidah, Siti Noor Laila, dan Muhammad Nurkhoiron.
Menurut Nur, Komnas tertarik mendalami rencana pemerintah itu. Namun pertemuan selama dua setengah jam bersama Wiranto tak membahas DKN secara eksplisit. Meski begitu, anggota Komnas HAM ditawari draf pembentukan DKN. “Kami baru mau menerima drafnya nanti,” ujarnya. Mereka membicarakan DKN dengan staf ahli Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Komnas HAM sempat mempertanyakan rencana pemerintah mendirikan DKN. Yang ingin diperjelas adalah rupa mandat, keanggotaan, dasar, dan tujuan pembentukan DKN.
Wiranto sebelumnya mengatakan pembentukan DKN disetujui Presiden Joko Widodo. Tujuannya untuk mempercepat penyelesaian perkara-perkara hak asasi manusia secara rekonsiliasi atau nonyudisial.
Upaya nonyudisial sempat ditempuh pemerintah melalui Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Namun KKR kemudian dianggap inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.