Polisi Tetap Akan Menyita Padepokan Dimas Kanjeng
Editor
Mustafa moses
Jumat, 23 Desember 2016 06:44 WIB
TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Frans Barung Mangera mengatakan penyitaan aset Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Kabupaten Probolinggo oleh penyidik sudah sesuai dengan prosedur. "Penyitaan itu sudah sesuai dengan KUHAP," ucapnya di kantornya, Kamis, 22 Desember 2016.
Barung berujar, hal itu sebagai tanggapan atas keberatan Ketua Yayasan Kraton Kasultanan Raja Prabu Rajasanegara Marwah Daud Ibrahim dan penasihat hukum yayasan tersebut terkait dengan rencana polisi melakukan pengosongan padepokan dari pengikut Taat Pribadi. Kraton Kasultanan sendiri adalah nama baru dari Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng.
Apalagi, ucap dia, penyitaan itu atas perintah pengadilan. "Pengadilan telah menetapkan untuk dilakukan penyitaan." Dia pun berani mempertanggungjawabkan penyitaan itu secara hukum.
Dengan dilakukannya penyitaan, status padepokan bukan lagi milik Taat atau yayasan, tapi milik negara. Selain itu, agar aset-aset tersebut tidak rusak karena nantinya akan dijadikan sebagai barang bukti di pengadilan, pihaknya berhak melakukan pengosongan. "Kapan pengosongannya, nanti kami lihat situasi dan kondisi di padepokan."
Marwah Daud dan tim penasihat hukum yayasan sebelumnya mempertanyakan penyitaan aset di padepokan dan rencana pengosongan. Menurut mereka, lahan dan bangunan di padepokan tidak semuanya milik Taat Pribadi. Sebab, sebagian di antaranya milik para santri pengikut Taat. Karena itu, mereka menilai para santri masih berhak tinggal di padepokan.
Muhammad Sholeh, penasihat hukum yayasan, menyatakan, hingga ini, masih ada sekitar lima ratus pengikut Taat Pribadi yang masih bertahan di Padepokan Dimas Kanjeng. Dia menuturkan akan melakukan perlawanan jika polisi memaksa melakukan pengosongan. "Aset padepokan itu dari santri untuk santri," ujarnya.
Polisi sebelumnya telah menyita 24 aset milik Taat Pribadi, termasuk aset yang ada di padepokan, yang tersebar di berbagai daerah. Aset berupa tanah dan bangunan itu diduga dibeli dari uang hasil penipuan bermodus penggandaan uang dari ribuan pengikutnya. Penyitaan aset dilakukan setelah penyidik menetapkan Taat sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain terjerat kasus TPPU, Taat ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan dua pengikutnya, Abdul Ghani dan Ismail Hidayah, dan kasus penipuan bermodus penggandaan uang. Kasus ini mulai mencuat setelah Taat ditangkap di padepokannya pada Kamis, 22 September 2016.
NUR HADI