Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi keluar meninggalkan gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan intensif, 15 Desember 2016. TEMPO/DENIS RIANTIZA (magang)
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengatakan KPK memutuskan tidak menahan Danang Radityo dalam perkara dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Menurut penilaian penyidik memang yang bisa diindikasikan unsur-unsur pasal suap adalah empat orang yang lain,” ujar Febri di kantornya, Jumat, 16 Desember 2016.
KPK menangkap Danang dalam rangkaian operasi tangkap tangan pada Rabu, 14 Desember 2016, pukul 13.30. Danang ditangkap di kantor PT Melati Technofo Indonesia di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Namun, statusnya masih sebagai saksi.
Danang semula diduga berasal dari TNI sehingga mencuat kabar bahwa suap itu tidak hanya di lingkup PT TMI tapi melibatkan unsur TNI. Namun Febri mengatakan ada bahasan hukum antara KPK dan TNI.
Ia menyebut peradilan umum adalah wilayah yang berbeda dengan peradilan militer. Apabila pelakunya dari pihak yang tunduk di peradilan militer, KPK tentu tak bisa menangani perkara tersebut.
Febri menuturkan lembaganya masih mendalami apakah ada keterlibatan anggota TNI dalam perkara suap terhadap pejabat Bakamla. Namun apabila memang ada indikasi keterlibatan, KPK lepas tangan. “Ada dua wilayah hukum yang berbeda antara peradilan umum dan peradilan militer dalam proses kasus ini dan KPK memang tidak bisa masuk ke sana (peradilan militer),” ujarnya.
KPK tetap berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer (POM) TNI untuk mengungkap dugaan suap tersebut. Febri mengklaim pihak POM TNI mendukung dan bersedia bekerja sama termasuk dalam penyidikan apabila diperlukan pengamanan dan pendampingan.
Dalam perkara suap ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut Eko Susilo Hadi, serta Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah dan dua pegawainya, Hardy Stefanus serta Muhammad Adami Okta. KPK menduga Eko menerima suap senilai Rp 2 miliar untuk pengadaan satelit monitoring di Bakamla dari PT MTI.