Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, memberikan kata sambutan dalam acara silaturahim dengan tokoh tokoh lintas agama, di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, 21 November 2016. Dalam sambutannya, ia menyatakan bahwa silaturahim antar-tokoh lintas agama ini untuk menampung segala pemikiran dan solusi bagi pemerintah, terutama terkait kasus hukum dugaan penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama, agar tidak melebar pada isu SARA. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyampaikan pemerintah melakukan antisipasi menyeluruh terhadap potensi demo besar 2 Desember yang berpotensi makar. Salah satunya, termasuk potensi pergerakkan massa besar-besar dari daerah, seperti yang terjadi pada demo akbar 4 November.
"Selalu dan harus ada antisipasi (pergerakkan massa dari daerah)," ujar Wiranto ketika ditanya Tempo di Istana Kepresidenan, Selasa, 22 November 2016.
Sebagaimana diketahui, demo 2 Desember adalah kelanjutan dari demo 4 November yang berkaitan dengan kasus penistaan agama yang menyeret calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Apabila demo 4 November bertujuan untuk mendesak pemerintah memperkarakan Ahok, demo 2 Desember untuk mendorong Kepolisian menahan Ahok.
Pada demo 4 November lalu, yang diinisiasi oleh Front Pembela Islam, kebanyakan massa datang dari daerah. Mereka diklaim sebagai massa yang juga ingin Ahok dihukum soal ucapannya tentang surat Al-Maidah. Perkiraan jumlah massa yang hadir pada demo 4 November adalah sekitar 30 ribu orang.
Wiranto menyampaikan, penegak hukum tidak ingin hal serupa terulang. Karena itu, aparat penegak hukum akan mencoba membujuk kalangan muslim akar rumput di daerah agar tidak ikut demo 2 Desember.
"Pasti ada donk (pergerakan ke daerah)," ujar Wiranto. Wiranto pun mengatakan kementeriannya sudah mengkoordinasikan potensi ini.
Secara terpisah, Presiden Joko Widodo menhimbau ormas Islam agar tidak menggelar demo 2 Desember. Presiden tidak ingin proses hukum perihal perkara Ahok dipenuhi desakan dan paksaan.
"Sebagai negara hukum, semua harus berjalan berdasarkan hukum, bukan atas dasar pemaksaan kehendak, apalagi dengan menggunakan kekuatan massa," ujar Presiden Jokowi.