Sebuah caping bertuliskan Tolak Pabrik Semen bersama 100 kendi menjadi instalasi saat warga Kabupaten Rembang, Jawa Tengah mengajukan memori PK di PTUN Semarang, 4 Mei 2016. Selamatan dengan simbol 100 kendi dan hasil bumi tersebut menandakan masyarakat hidup tenteram dengan hasil bumi yang didapat. TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar seratusan orang dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) mendatangi Mahkamah Agung, Senin siang, 14 November 2016. Mereka datang untuk mengawal dua kasus pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Kabupaten Pati dan Rembang.
"Kami hanya mengawal, bukan mengintervensi pengadilan,"ujar Joko Prianto, Koordinator JM-PPK, saat ditemui di sela-sela demo. Separuh lebih pendemonstrasi adalah perempuan. Mereka menggunakan caping, dan bergantian berorasi yang menggunakan bahasa Jawa. Demonstras itu juga dimeriahkan boneka naga dan kendi-kendi berisi mata air di sekitar Pegunungan Kendeng.
Kasus pertama, yakni proses kasasi izin pendirian pabrik semen PT Sahabat Mulya Sejati (SMS) di Pati. Kasasi itu diajukan JM-PPK. Mereka sebelumnya kalah di tingkat Pengadilan Tinggi Surabaya. Para demonstran berharap MA mengabulkan kasasi mereka dengan membatalkan izin pabrik semen.
Kasus kedua yaitu gugatan penduduk Rembang terhadap izin pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang. Untuk kasus ini, MA mengabulkan upaya peninjauan kembali masyarakat. Namun, meski sudah dimenangkan, masyarakat mengeluhkan pabrik tetap berjalan. "Pabrik di Rembang dikabarkan sudah mengujicoba mesin pabrik," kata Joko.
Di tengah demonstrasi, Mahkamah Agung menerima para pendemo yang diwakili Gun Retno, tokoh masyarakat Pati, dan peserta demontrasi lainnya. Menurut Gun, perwakilan MA mengatakan kasus mereka akan disidang seadil-adilnya, sesuai ketentuan yang berlaku dan barang bukti yang sudah mereka serahkan. "Semoga hakim agung mendengar keresahan kami," kata Gun kepada para peserta demonstrasi.