Menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) Ignasius Jonan (kanan) dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjalani pelantikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, 14 Oktober 2016. Tempo/ Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Nasir Djamil, menilai pelantikan Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar sebagai Menteri dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, menunjukkan Presiden Joko Widodo tidak profesional dalam mengangkat para pembantunya. Ia beralasan, baik Jonan maupun Arcandra, keduanya pernah menjadi menteri Kabinet Kerja tapi kemudian dicopot.
Jonan pernah menjadi Menteri Perhubungan, tapi dia terkena reshuffle. Posisinya kemudian digantikan Budi Karya. Adapun Arcandra dilantik Jokowi menggantikan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM, tapi dicopot setelah 20 hari menjabat karena masalah kewarganegaraan ganda.
Nasir mengaku terkejut dengan pengangkatan Jonan dan Arcandra. Sebab, kata dia, Presiden Jokowi cukup lama membiarkan kursi Menteri ESDM kosong. "Kami pikir bakal ada orang baru, ternyatalu lagi, lu lagi," katanya saat dihubungi, Sabtu, 15 Oktober 2016.
Ia juga mempertanyakan soal pengangkatan Arcandra. Menurut dia, keputusan pemerintah untuk mengukuhkan kembali status kewarganegaraannya dapat digugat. "Katanya saat itu sudah clear, meski tidak merujuk peraturan undang-undang," ujarnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan keputusan Presiden melantik Jonan dan Arcandra yang pernah dicopot sebelumnya menjadi bukti pemerintah jauh dari semangat kepentingan publik. "Masyarakat akan menilai Presiden tidak berdaya menempatkan pembantunya," kata Nasir.