Terdakwa kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso membacakan isi hatinya yang ia tulis tangan, saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 12 Oktober 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung bakal memeriksa salah satu hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini menangani perkara Jessica Kumala Wongso, yaitu Partahi Tulus Hutapea. Pemeriksaan itu terkait dengan dugaan penerimaan janji sebesar Sin$ 28 ribu untuk mengatur perkara perdata yang diajukan PT Mitra Maju Sukses.
“Bawas (Badan Pengawasan Mahkamah Agung) yang akan melakukan investigasi betul-tidaknya dia menerima janji seperti itu,” kata juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, ketika dihubungi Tempo, Kamis, 13 Oktober 2016. Selain memeriksa Partahi, Mahkamah Agung akan memeriksa hakim Casmaya.
Partahi merupakan hakim ketua yang memutus perkara perdata nomor 503/PDT.G/2015/PN/JKT/PST. Sedang Casmaya bertindak sebagai hakim anggota. Dalam perkara itu, PT Mitra Maju Sukses menggugat wanprestasi PT Kapuas Tunggal Persada.
Melalui kuasa hukumnya, Raoul Adhitya Wiranatakusumah, PT Kapuas Tunggal Persada diduga memberikan uang 28 ribu dolar Singapura kepada panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Santoso. Tujuannya adalah mempengaruhi putusan hakim agar memenangkan pihak tergugat.
Nama Partahi dan Casmaya pun disebut dalam dakwaan Ahmad Yani, anggota staf Wiranatakusumah Legal and Consultant. Partahi dan Casmaya diduga bertemu dengan pengacara yang menangani perkara dan menyepakati pemberian uang 28 ribu dolar Singapura.
Suhadi berujar, penanganan etik dua hakim itu akan dilakukan oleh Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan. Ia menuturkan, jika terbukti melanggar etik, kedua hakim bisa diberhentikan sementara. “Tergantung bagaimana hasil pemeriksaan,” ucapnya.
Juru bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi, mengatakan dugaan pelanggaran yang dilakukan dua hakim itu sedang dalam proses pengkajian. “Kami sedang mendalami seluruh keterangan yang muncul dalam persidangan tersebut,” ujarnya.
Farid menuturkan pihaknya belum bisa membocorkan hasil kajian Komisi Yudisial lantaran prosesnya masih berjalan. “Yang pasti, jika keterkaitannya kuat, pelanggaran kode etik benar telah terjadi,” ucapnya.