Pemerhati Warga Miskin Kota Kritik Tarif Cukai Rokok 2017  

Reporter

Editor

Pruwanto

Selasa, 4 Oktober 2016 02:01 WIB

Ilustrasi kampanye anti rokok. Bhaskar Mallick/Pacific Press/LightRocket via Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua perkumpulan pemerhati warga miskin kota, Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan mengkritik rencana Kementerian Keuangan atas rencana Menteri Keuangan yang menaikkan tarif cukai rokok pada 2017. Rencana kenaikan cukai rokok sebesar 10,54 persen dianggap tindakan setengah hati. Pasalnya, harga rokok diperkirakan tetap terjangkau oleh masyarakat.

Tigor menganggap kenaikan cukai rokok sebesar itu sangat bertentangan dengan tujuan pengenaan cukai sebagai pengendalian konsumsi. "Konsumen tetap rokok yang mayoritas warga miskin kota masih dapat membelinya, bahkan anak-anak usia sekolah yang kini mulai banyak menjadi konsumen rokok masih bisa membeli rokok dengan cara 'ketengan' ataupun dengan sistem patungan dengan teman-temannya," kata Tigor melalui keterangan tertulisnya, Senin, 3 Oktober 2016.

Pada 2017, Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 10,54 persen. Kenaikan tarif terbesar diberlakukan untuk rokok jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SMT), yaitu 13,46 persen. Sementara tarif terendah, yaitu 0 persen rokok jenis hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT). Pemerintah pada tahun ini telah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 11,19 persen.

Baca: Tahun Depan Tarif Cukai Rokok Naik Jadi 10,54 Persen

Menurut Tigor, berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey, jumlah perokok remaja dengan rentang usia 13-15 tahun mencapai 41 persen pada remaja laki-laki dan 6,4 persen pada remaja perempuan. “Pemerintah jangan terus-menerus memberikan perlakuan istimewa kepada Industri Rokok, pikirkan juga kesehatan rakyatnya," ujarnya.

Karena itu, Forum Warga Kota Jakarta meminta pemerintah menaikkan cukai rokok lebih dari 20 persen atau Pemerintah setidaknya secara bertahap menaikkan harga rokok sehingga jauh dari daya beli warga miskin dan anak-anak. Kedua, Pemerintah diminta melihat cukai sebagai bentuk pengendalian produk-produk berbahaya.

"Produk berbahaya maksudnya seperti rokok yang secara jelas dikatakan sebagai produk yang 'MEMBUNUHMU' dalam kemasannya, dan bukan hanya dari sisi cukai sebagai sumber pemasukan negara saja," kata Tigor.

Selain itu, Pemerintah diminta tidak lagi memberikan perlakuan istimewa pada produk tembakau. Produk tembakau, imbuh Tigor, harus diperlakukan sama seperti barang kena cukai lainnya. Selain itu, ia berharap Undang-undang Cukai terkait cukai hasil tembakau direvisi.

"Awalnya paling tinggi 57 persen menjadi paling rendah 57 persen atau setidaknya sama dengan cukai minuman beralkohol," tuturnya.

INGE KLARA



Berita terkait

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

8 jam lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

2 hari lalu

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menjadi sorotan publik karena sejumlah kasus dan disebut tukang palak. Berapa pendapatan pegawai Bea Cukai?

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

7 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

8 hari lalu

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

Pemerintah meraup Rp 5,925 triliun dari pelelangan tujuh seri SBSN tambahan.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

9 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Estafet Keketuaan ASEAN 2024, Pemerintah RI Beri Hibah Rp 6,5 Miliar ke Laos

28 hari lalu

Estafet Keketuaan ASEAN 2024, Pemerintah RI Beri Hibah Rp 6,5 Miliar ke Laos

Pemerintah RI menyalurkan bantuan Rp 6,5 M kepada Laos untuk mendukung pemerintah negara tersebut sebagai Keketuaan ASEAN 2024.

Baca Selengkapnya

21 Tahun Museum Layang-Layang Indonesia Mengabadikan Layangan dari Masa ke Masa

40 hari lalu

21 Tahun Museum Layang-Layang Indonesia Mengabadikan Layangan dari Masa ke Masa

Museum Layang-Layang Indonesia memperingati 21 tahun eksistensinya mengabadikan kebudayaan layangan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Pembatasan Ketat Barang Bawaan Impor Banyak Dikeluhkan, Ini Reaksi Kemenkeu

49 hari lalu

Pembatasan Ketat Barang Bawaan Impor Banyak Dikeluhkan, Ini Reaksi Kemenkeu

Kemenkeu memastikan aspirasi masyarakat tentang bea cukai produk impor yang merupakan barang bawaan bakal dipertimbangkan oleh pemerintah.

Baca Selengkapnya

KPK Serahkan Barang Rampasan Hasil Perkara Korupsi ke Enam Instansi Pemerintah

52 hari lalu

KPK Serahkan Barang Rampasan Hasil Perkara Korupsi ke Enam Instansi Pemerintah

KPK menyerahkan barang rampasan negara hasil perkara tindak pidana korupsi kepada enam instansi pemerintah.

Baca Selengkapnya

Soal Lobi ke Istana, Bos Perusahaan Rokok Sebut Penyampaian Pendapat sesuai Aturan

54 hari lalu

Soal Lobi ke Istana, Bos Perusahaan Rokok Sebut Penyampaian Pendapat sesuai Aturan

Faisal Basri menyatakan perusahaan rokok memiliki lobi-lobi yang kuat di lingkungan Istana dan pembuat undang-undang.

Baca Selengkapnya