Pancasila Harus Menjadi Gaya Hidup
Senin, 3 Oktober 2016 19:08 WIB
INFO NASIONAL - Terjadi kemerosotan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Menurunnya implementasi nilai-nilai ini dilakukan hampir di setiap kalangan, baik oleh pejabat negara, pejabat partai politik, tokoh masyarakat, akademikus, bahkan orang tua di dalam keluarga. Karena itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mendukung dihidupkannya kembali penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Selain itu, anggota MPR Abdul Kadir Karding berharap Pancasila dapat dimasukkan menjadi kurikulum pendidikan nasional.
Hal ini disampaikan dalam dialog kebangsaan MPR RI “Implementasi Nilai-nilai Pancasila, dalam rangka Hari Kesaktian Pancasila” bersama pengamat politik Yudi Latief di gedung MPR RI, Jakarta, Senin, 3 Oktober 2016. Selain dua hal itu, Abdul berharap dilakukan penguatan sumber daya manusia (SDM) di semua aspek kelembagaan negara.
“Hal terpenting adalah keteladanan dari pemimpin negara di semua tingkatan, dan pemimpin masyarakat untuk tidak mempertontonkan kehidupan hedonisme, bermewah-mewah, individualistis, egoistis, cuek lingkungan dan lain-lain, yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila,” katanya.
Sementara itu, Yudi Latief menilai terjadi perubahan pasca-reformasi. Sebagai filsafat negara, Pancasila merupakan sistem nilai yang sangat baik karena rasional, sistematis, dan bersifat universal. Sayangnya, nilai-nilai yang baik itu tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai baik yang ada di dalam Pancasila juga tidak dilakukan sebagai pendirian hidup.
“Saat ini Pancasila sekadar menjadi pendirian hidup yang ada di dalam pengetahuan akademik tapi tidak direalisasikan. Kita telah gagal menjadikan Pancasila pendirian hidup,” kata lagi.
Pancasila itu harus dilembagakan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, pendidikan, budaya, sehingga berkepribadian dalam budaya, berdaulat dalam politik, dan mandiri dalam ekonomi. Perlu dilakukan revolusi mental, yaitu bagaimana nilai-nilai Pancasila menjadi pola pikir dalam kehidupan sehari-hari.
“Harus menjadi lifedata-style, gaya hidup, perilaku. Sekarang ini Pancasila hanya diajarkan, tapi tidak menjadi perilaku,” tuturnya.
Menurut Yudi, metodologi P4 harus diperbarui agar tidak deduktif, monoton, dan seperti doktrin. Tapi lebih induktif, dengan pendekatan kehidupan nyata sehari-hari di masyarakat, dan mendorong anak-anak memahami dan menjalani kehidupan nyata. (*)